Quantcast
Channel: Babu Ngeblog
Viewing all 28 articles
Browse latest View live

Seneng dan Sumpeknya di Blora

$
0
0
Sekian hari hidup tanpa internet biasa-biasa saja sih. Cuma emang blog jadi lumuten. Gak pernah BW, menjadikan aku seperti orang yang introvert pakek banget.

Tak berpengaruhnya dunia maya mungkin karena  seabrek kegiatan yang memenuhi jam ke jamku. Rumah yang kutinggal 2 tahun aja sudah seperti sarangnya Mak Lampir eh atau pula seperti kebun binatang liar. Kalong atau kelelawar berterbangan bebas di dalam rumah trus paginya tanpa sungkan meninggalkan tahi dan sisa-sisa buah-buahan yang sudah digerogoti di lantai rumah, ular menggeliat di lantai dapur, tikus-tikus seperti penghuni penjara yang dilepaskan tanpa syarat, bebas jungkir balik dan menghabiskan sofa dan tempat tidurku, kala jengking dan entah kala-kala yang lain berkeliaran tak punya sopan. Yah...kalau di Hong Kong kerjaanku bersih-bersih, maka sama pula denganku di rumah. Bahkan tidurpun aku mimpi nguras kamar mandi...uugghhh babu banget!

Keponakan kecil yang imut juga menyita perhatianku. Aku yang menolak tua ini menolak pula dipanggil budhe. Walhasil tiap hari harus brain wash si kecil dengan mengajarinya untuk memanggilku dengan sebutan "mbak", mbak i'i.

Aku juga mendadak menjadi banyak berhutang pada banyak orang. Orang-orang yang aku tak pernah mengetahuinya dalam silsilah keluargaku mendadak mengaku sebagai bulik dari bapak yang bapaknya mendiang bapakku atau simbah dari ibunya siapa yang masih sepupuku dan atau entahlah. Orang-orang mendadak menjadikan aku sebagai saudaranya. Orang-orang mendadak mengatakan betapa mereka telah berjasa padaku semasa aku kecil. Hal yang aku tahu persis adalah aku dibesarkan oleh bulikku dan simbah dan tak seorangpun tak mau mendekatiku karena saat kecilku dulu aku gudiken dan boroken. Apa karena aku mudik ya? Apa karena aku baru dari Hong Kong ya? Apa mereka mengira duit Hong Kong itu lebih lebar dari pada duit Indonesia ya? Entahlah.

Hal lain yang menyita perhatianku adalah acara belanja. Aku selalu pengin nangis dan marah. Bener lho. Ok, sekarang bayangkan aku yang sudah terbiasa memegang uang di Hong Kong dengan nol yang tak lebih dari dua, sekarang mendadak ada uang yang udah bentuknya lecek, nolnya banyak pula! Kalau urusan tawar-menawar mah jagonya, tapi pas urusan membayar terpaksa itu dompet diserahin ke bakulnya, nyuruh dia ngambil sendiri, sungguh!

Dan belanja yang adalah buat persiapan bancaan tentunya beratnya gak ketulungan. Tangan kanan kiri bawa tas kerdus-kerdus dan kalau bisa pungguh pun harus ditambahi dengan dunak/keranjang bambu yang nggendongnya pakek jarik tenun, persis kayak bakul pindang!

Ya bancaan. Suasana puasa yang selalu dipenuhi dengan berbagai "bancaan". Umumnya bancaan adalah acara doa bersama dan berterimakasih kepada sang Pencipta. Namun bancaan yang diadakan di bulan puasa ini dimaksudkan untuk menyambut datangnya puasa, Lailatul Qadar, dan penutup puasa. Bancaan itu dilakukan dengan menyiapkan makanan beserta lauk-pauknya untuk mereka yang berdoa. Kalau jaman dahulu sih makanannya ditaruh di atas tampah yang dilapisi daun jati atau daun pisang kemudian setelah baca doa usai, makanan tersebut akan dibagi-bagikan menurut jumlah orang yang sedang berdoa.

Sekarang, seiring jaman plastik dan kertas mika juga kerdus, maka makanan tersebut diletakkan di dalam kardus ataupun bakul plastik.

Dulu, saya menikmati sekali acara bancaan. Iya, walau wanita tidak diijinkan untuk berdoa bersama di acara bancaan, namun sekedar berada di dalam dapur sambil turut berdoa menimbulkan getaran tertentu, hati ini ayem tentrem dibuatnya. Tapi makin ke sini acara bancaan semakin memudar maknanya. Dulu lauk-pauk yang ditumpangkan di atas nasi seperti mi goreng, urap, peyek teri, bacem tahu, lodeh tempe dan sayur nangka muda, hanya sedikit saja yang menambahkan ayam panggang di atasnya. Mereka yang biasanya menambahkan ayam panggang itu adalah orang-orang berpangkat atau punggawa desa. Kini semua orang seperti diwajibkan meletakkan sepotong ayam sebagai pelengkap kerdus bancaannya. Bahkan orang akan mengolok-olok bila tak ada sepotong ayam di dalam berkat (makanan bancaan yang dibawa pulang oleh orang yang berdoa) yang dibawanya pulang.

Pun tradisi yang kini mewabah adalah bahwa acara doa bersama yang hanya diwakili oleh seorang saja (yang berdoa cuma satu orang di hadapan berkat bancaan) setelah itu berkat dibagi-bagikan ke tetangga kiri-kanan. Ya, itu pula yang dilakukan oleh bulikku kemarin. Hal yang kutentang keras dan aku perdebatkan hingga urat leherku menjelantir kentara. Betapa tak bijaknya. Betapa simplicity desa ini membuatku malu kepada Tuhan dan diri sendiri, rasa bertetangga kian memudar. Aku tak lagi mencium lezatnya bau berkat setelah didoakan sekian puluh orang, semuanya hambar. Menjadi semacam ritual menghambur-hamburkan uang saja, yang tentunya lebih dari angka enam dengan lima nol dibelakangnya!

dan...to be continue

(belum bisa upload foto)




Kartika Puspitasari, Hong Kong Kecolongan, & Indonesia yang Gagal

$
0
0
Foto dari sini
Kartika Puspitasari, wanita yang berasal dari Cilacap ini mempunyai mimpi yang sama dengan rekan-rekan sekampungnya, kehidupan yang lebih layak. Untuk meraih mimpi tersebut wanita 30 tahun inipun rela meninggalkan keluarganya. Singapura menjadi negara pertama yang dijajalnya selama tujuh tahun. Namun setelah tamat dari Singapura dan bermaksud mengupgrade universitas kehidupannya di Hong Kong, ternyata neraka yang didapatinya.

Terhitung sejak 12 Juli 2010 Kartika resmi menjadi TKW Hong Kong dan bekerja pada keluarga Tai Ci Wa (majikan laki-laki, sales peralatan listrik, 42 th) dan Chaterine Au Yuk San (majikan perempuan, cleaning service Rumah sakit, 41 th).

Tiga bulan pertama dia mendapat perlakuan baik namun tidak setelah itu. Siksaan demi siksaan diterimanya. Tamparan di wajah dengan tangan atau hak sepatu kerap diterimanya juga sabetan rantai sepeda di punggungnya. Kartika yang hanya diberi makan sekali dalam tiga hari dengan makanan yang tidak layak ini juga mengaku pernah disetrika pada wajah dan pundaknya. Tinju di rahangnya juga menyebabkan beberapa giginya rontok. Tak hanya itu siksaan lain seperti dibenturkan kepalanya pada westafel, disayat tangannya dengan cutter juga diterimanya.

Lalu kenapa seorang yang pernah bekerja ke luar negeri selama tujuh tahun tidak juga sanggup memberontak?

Tekanan

Pada sebuah buku berjudul Mathilda karangan Roald Dahl, mengisahkan seorang kepala sekolah yang akan menghukum murid jika seorang murid melakukan kesalahan. Hukuman yang diberikan kepada murid itu seolah-olah tidak mungkin dilakukan oleh kepala sekolah karena dinilai mustahil. Hukuman yang teramat berat seperti membenturkan kepala anak SD ke tembok atau melemparkan anak SD tersebut dari jendela. Ya, seseorang tak akan langsung mempercayai bila seorang anak bercerita tentang sebegitu bengisnya kepala sekolahnya di sekolahan. Ditambah wajah angker kepala sekolah dan ancaman untuk tidak menceritakan kepada siapapun, hal ini menjadikan anak jadi takut bercerita, padahal kisah penyiksaan itu benar-benar ada.

Tai & Au, foto milik Mega Vristian
Seperti halnya dalam kasus Kartika. Saat majikan melarangnya untuk berbicara dengan orang lain dan tak segan-segan akan menghajarnya (dan benar-benar menghajarnya) kalau ketahuan berbicara sepatah katapun dengan orang lain atau saat majikan mengancam akan merontokkan giginya (dan sudah beberapa gigi rontok), maka ketakutan demi ketakutan akan tumpuk menumpuk. Dan tak sedikit orang akan meragukan kebenaran dari cerita tentang penyiksaannya. Belum lagi bayangan keluarga yang kelaparan karena menunggu kiriman uang. Sudah takut dengan ancaman dan tekanan dari majikan ketambahan pula dengan takut emak tidak bisa makan. Walhasil manut dengan majikan adalah jalan satu-satunya dengan harapan majikan akan memberikan hak atas gajinya.

Terlebih dengan ketiadaan passpor. Passpor yang menjadi identitas sekaligus nyawa dari Kartika selama di luar negeri disita dan disembunyikan majikan juga menyebabkan Kartika takut untuk memberontak.


Tak Berbekal

Ketakutan untuk memberontak ini juga kemungkinan disebabkan oleh minimnya bekal yang diperolehnya ketika masih berada di Indonesia. Lalu siapakah yang bertanggung jawab untuk membekali calon TKW? Ya seharusnya pemerintah dong!

Ketika seseorang memutuskan untuk bekerja di luar negeri sepertinya segala apa yang akan terjadi adalah tanggung jawabnya sendiri. Kurangnya kepedulian pemerintah dalam hal pengeksporan tenaga kerja ini tak urung berdampak pada kurangnya daya tawar/nilai TKW asal Indonesia.

Kata SBY, TKW dibekali dengan HP saat berangkat agar bisa melaporkan derita yang dialaminya. Ok, HP itu dibutuhkan. Untuk sms dengan emak atau suami atau telpon anak. lalu untuk melaporkan atas derita yang dialami TKW? Kendati HP sudah masuk dalam nota kesepahaman namun bagaimana bila saat masuk rumah majikan si TKW ini dilarang memakai HPnya? Nah presiden kita memang bukan pelawak tapi guyonan SBY yang telah lalu itu kalau dijabarkan bisa jadi tujuh hari tujuh malam bahkan tujuh tahun sekalipun masih bisa menimbulkan gelak tawa, ejekan.

Lalu bagaimana dengan pembekalan selama TKW berada di PJTKI (atau apalah sekarang namanya)? Pelatihan yang ada hanya setakat pelatihan memasak dan bahasa. Hal yang diajarkan hanyalah mengenai kewajiban seorang pembantu. Lalu pengetahuan mengenai haknya? Bagaimana? Oh, itu mah gak perlu diajarkan. Lhah kalau diajarkan bisa-bisa pembantu jadi pinter dong, gimana kalau semua pembantu ngeblog dan protes kepada pemerintah, hayo! Lagian khan pembantu pinter enggak cepat laku. Nah, inilah yang saya maksud dengan tidak mempunyai daya tawar/nilai. Pengetahuan tentang budaya lokal tidak ada, padahal ini penting sekali agar pembantu yang baru datang ke negara penempatannya tidak mengalami kejut budaya. Pengetahuan tentang apa yang harus dilakukan TKW ketika mendapati masalah di tempat kerja juga tidak diajarkan. Lhah cuma dikasih HP tadi lho!

Budaya Manut, Budaya Diam

Foto dari sini
Wajah-wajah TKW ditempel di pintu agensi di Hong Kong. Dijajakan seperti gorengan. Poster-poster juga disebar, ditawar-tawarkan seperti sabun colek.
"Get Indonesian Maid to do your daily needs! Cantonis speaking fluently, obidient, deligent, honest, cheap!"
atau seperti ini:
"Yannei kungyan a. Yau bheng leng cheng!" (Pembantu dari Indonesia. Murah, bagus dan memuaskan!)

Pembantu Indonesia itu dikenal manut, rajin, nurut dan murah. Manut kalau disuruh apapun hingga cuci mobil lima biji dan beres-beres rumah tiga tingkat juga manut saja. Disuruh memakai baju transparant dan pempers seperti Kartika juga manut saja. Nurut dan tidak pernah complaint, walau pinggang seperti mau putus dan mata berkunang-kunang setelah mengelap jendela yang tingginya dari lantai ke atap juga diam saja. Murah karena enggak usah nambah uang lembur, kerja 16 hingga 20 jam pun gajinya tetap sama.

Terlebih dengan masyarakat kita atau pola pikir kita yang sudah terdoktrin bahwa menjadi pembantu itu harus manut. Sebagai kelompok minoritas di negara penempatan yang disubordinasikan dan mempunyai pola pikir patuh dan manut ini pengkastaan/pengkelasan terhadap TKW tentu ada. Seperti majikan Kartika, mereka (Tai Ci wa & Au yuk Shan) yang merasa pada kasta lebih tinggi akan berpotensi untuk menyetir hidup pembantu yang berada pada kasta lebih rendah. Dan Kartika yang merasa berada pada kasta lebih rendah tertundukkan. Dia manut dan patuh. Apalagi dengan kondisi tangan dan kakinya terikat. Ya, Kartika akan didudukkan di kursi dan diikat tangan dan kakinya ketika majikan tak membutuhkannya dan akan dibuka talinya hanya saat majikan membutuhkannya.

Selain budaya manut, budaya diam juga melekat pada masyarakat (apalagi pada mereka yang merasa berada pada kasta rendah). Eh jangankan mereka yang merasa pada kasta rendah, lha banyak mahasiswa juga lebih memilih bungkam, enggan bertanya pada dosennya atau enggan mengeluarkan pendapat (aku yakin tiap orang mempunyai pemikiran yang berbeda atau setidaknya sedikit berbeda). Akhirnya diam itu ya bungkam, diam itu ya pembodohan pada diri sendiri. Seperti Kartika yang setelah dua tahun baru bisa minggat dan mengadu ke KJRI-Hong Kong.

Doktrin: Jadi TKW itu Gampang dan Banyak Duit

Ketika aku pulang cuti bulan lalu, tetangga-tetangga pada ribut tentang seberapa banyak uang yang aku dapat. Menurut mereka jadi TKW itu sudah gampang, enak, banyak duit lagi! Ibaratnya dihitung pakai kalkulator saja sampai enggak cukup digitnya. (Duit moyang lo!)

Doktrin seperti ini (heran deh banyak banget doktrinnya) membuat aku gerah juga. Apakah sulit membayangkan dua tahun pertamaku di Hong Kong? Saat itu ibaratnya saat aku babat tanah leluhur sebelum mendapatkan kepercayaan dari bos. Atau tahukah mereka bagaimana perasaanku saat majikan memaki-maki aku dengan alasan yang tidak kumengerti? Atau bagaimana aku harus berjumpalitan mengatur waktu belanja, bersih-bersih rumah, memasak, momong anak, jualan online dan nyolong waktu buat ngeblog? Hong Kong itu keras, hanya mereka yang bekerja keras dan bisa memanage waktu saja yang bisa bertahan. Tak pernahkah mereka berpikiran tentang itu?

Tapi kemungkinan juga doktrin bahwa jadi TKW itu gampang dan banyak duit itu juga yang tertanam di otak kami ketika kami memutuskan untuk mengadu nasib di luar negeri. Juga seperti Kartika, yang tak cukup dengan tujuh tahun di Singapura itu. Atau seperti saya, yang tak cukup dengan 8 tahun di Hong Kong ini.

Perlindungan Separuh Hati

Pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh PJTKI sudah bukan rahasia lagi. Kendati demikian, belum ada itikad baik dari pemerintah untuk menata dan memperbaiki sistemnya sekaligus memperketat peraturan dan pengawalan terhadap PJTKI. Alih-alih melakukan itu, pemerintah malah memaksa TKW/TKI untuk membuat kartu KTKLN yang katanya sebagai alat untuk mempermudah dokumentasi. Bahkan pemerintah juga mengancam TKW/TKI untuk tidak bisa kembali ke negara tujuan bekerja tanpa mempunyai kartu KTKLN tersebut (padahal pembuatan kartu itu membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit).

Tindakan pemerintah semacam ini (memaksa & mengancam) tak beda halnya dengan majikan Kartika. Kalau Kartika berhasil melarikan diri dari majikannya kemudian melapor ke KJRI, memeriksakan diri ke dokter sekaligus melaporkan ihwal penyiksaan terhadap dirinya ke polisi. Yang kemudian ditindaklanjuti dengan tiga sidang yang digelar di lantai 7/F District Court, Wanchai Law Court, Wanchai tower, maka kepada siapa TKI/TKW akan melarikan diri ketika negara tak becus melindungi?

Dengan hasil dari sidang ketiga, Au dianugrahi 5 tahun 6 bulan penjara sedang Tai mendapatkan ganjaran 3 tahun  tiga bulan penjara, Kartika mungkin sudah mengikhlaskan putusan hakim tersebut. Namun selama 2 tahun tiga bulan, Kartika tak sekalipun mendapatkan haknya. Gajinya tak terbayarkan, liburnya tak terbayarkan, cutinya tak terbayarkan. Lalu bagaimana kelanjutannya? Siapa yang akan bertanggung jawab?

Tuntutan Kartika sebesar HK$117,272 (sekitar 175 juta rupiah) tak juga disinggung pada sidang akhir. Padahal uang itu sekiranya dapat menutup hak Kartika (sakit, siksa, trauma-tidak masuk hitungan). Kalaupun pemerintah atau KJRI Hong Kong (yang menjadi kepanjangan tangan dari pemerintah Indonesia) bisa membantu kasus Kartika hingga tuntas, itu akan menjadi prestasi yang sudah sewajarnya (ya wajarlah kalau negara melindungi warganya). Tetapi kalau tidak, sekiranya perlu jawaban atas tanda tanya besar ini: “Apa yang bisa pemerintah/negara berikan kepada warga negaranya yang sedang dalam masalah setelah sekian trilyun berhasil dikeruk melalui remittence?”

Babu Dilarang Sakit Gigi

$
0
0
Bosku itu akan merasa aneh kalau aku diam. Karena aku biasane cerewet bukan main. Sejak semalam aku cuma mengangguk atau menjawab "ok" saja. Enggak bercanda, enggak menanya-nanyain tentang liburan mereka di Phuket, enggak complaint tentang cucian dua koper. Sakit gigi gini aku jadi males ngomong. Dan pagi ini, sebelum Nyonyah bos pergi ke kantor, ada percakan singkat yang nyebelin.
 
Nyonyah: "Why are you so quiet?"

Babune: "I am having a toothache."


Nyonyah: "Why are you having a toothache again?"


Babune: "Because I have teeth."


Nyonyah: "Do you know how to brush teeth properly? Do you brush your teeth at night before you sleep?"


Babune: "I know, I do."


Nyonyah: "But why are you having a toothache?"


Babune: "I have teeth."


Nyonyah: "Do you remember last time when you had root canal infection? Do you remember how much does it cost? I have told you, you can not get sick. I need you to look after Pompi and cook and clean the house and iron and talk and alot of other stuff."


Babune: .....mlaku menuju dapur lurus ke toilet dan... "Braaaakkk!!" Kututup pintu dengan kerasnya.


Nyonyah: "I am not done yeeettttt...!!"


Babune: "To be continue toniiightttt. The nature is calling me to poopoooooooo...!!" (padahal ngutek-uthek hp ndek toilet)

Pasal-pasal:
Pasal 1. Babu dilarang sakit.
Pasal 2. Kalau babu sakit lihat pasal satu.


-----------------------

Ditulis di toilet pada Kamis, 24 Oktober 2013, jam 09.01, post by phone. 
Alcatel one touch 5030D

Malpraktek Salon

$
0
0
Foto di toilet setelah rambut dibabat.
Kejadiannya pada Minggu, 17 November 2013. Hal berbau wanita yang aku benci adalah masuk salon. Selain karena bau obat-obatan rambut yang menyengak, aku selalu dinomorsekiankan lantaran aku cuma mau potong rambut. Lhah mau apa coba? Aku bukan golongan wanita yang sabar duduk berjam-jam menunggu hairdresser menggarap rambut.

"Mau lurusin ya, Mbak?" tanya mbak yang lagi promosi di depan salon ketika aku menekuni price list di depan salon.

"Potong," jawabku pendek tanpa menoleh.

"Murah kok, Mbak. Potong cuma 78 dolar," katanya dengan sedikit mendorongku masuk ke salon itu.

Satu menit setelah itu sang pemilik salon menghampiri sambil membawa jubah, dikenakannya padaku dengan sedikit rayuan.

"Lei yiu tim a, Leng loi (kamu mau apa, cah ayu)?" tanyanya.

"Cin daufat. Canhai cin ka (potong rambut. Cuma potong saja)," jawabku menegaskan.

"Kok yau hou tik kepo. Lei ko daufat tapik kon a, Leng mui (disteam minyak lebih bagus lho. Rambutmu agak kering, cah ayu)," jurus bulus dimulai.

"Enggak ada waktu, enggak cukup uang.Cuma potong rambut boleh nggak?" tanyaku yang lebih tepatnya menegaskan kepentinganku.

"Taaak. Boleh! Sini, duduk sini dulu ya," katanya sambil menggiringku ke pojok salon.

"Hamai 78 man a (78 dolar khan?)" tanyaku.

"Haiya, haiyah. Mo jo (Iya, iya. Gak salah)," jawabnya meyakinkan.

Sepuluh menit aku berada dipojok sambil mendengarkan lagu-lagunya Jangan Asem & Rotra yang lucu menggelitik. Biasanya aku orang yang sabar. Tapi kebiasaan itu tidak berlaku di salon. Aku berdiri lalu mengamit lengan wanita yang adalah supervisor salon itu.

"Cece, kapan giliran saya? Masih lama? Kalau lama saya pindah salon depan aja deh, mumpung belum diapa-apain," kataku.

"Ok, ok, ok. Ini giliranmu kok, yuk naik," katanya menunjukkan jalan ke lantai satu. Kemudian aku disuruh duduk di tempat nyuci rambut (apa tuh namanya?). Dan duduklah aku di sana.

....lima menit, enam menit, delapan menit, sepuluh menit...

"Tak me aaaa (udah belum sih)?" tanyaku lagi pada supervisor yang kebetulan nyliwer di depanku.

"Tak tak tak... (ok, ok, ok)," jawabnya. Dia sendiri yang kemudian mencuci rambutku.

Setelah itu aku kembali digiring ke tempat eksekusi potong rambut.

 Wanita-wanita duduk berderet-deret. Di tangan mereka tampak sebuah HP touchscreen dengan merk ternama (entah asli, entah KW). Wanita-wanita yang desperate untuk tampil lebih cantik itu duduk di samping kanan-kiriku, tak sedetik pun menoleh padaku.Wanita-wanita yang aku tahu adalah seprofesi dengan aku, babu kualitas ekspor.

...rebonding, colouring, perming, highligting...

Bau obaat-obatan campur aduk.

"Klik, ceklik, klik, ceklik, klik," suara gunting dan suara kamera beradu.

Asap mengepul dari rambut yang disetrika.

Uap mengepul dari steamer yang sedang mengkondisi rambut (yang katanya) supaya lebih sehat.

"Hihihihi..hehehe...wkwkwkwk," tawa kecil dari mbak-mbak yang melototin HP.

...lima menit, enam menit, sepuluh menit...

"Koko, pingko pong ngo cin daufat a(mas, siapa yang akan memotong rambutku)?" tanyaku pada haidresser sebelah.

"Sabar ya, itu Koko sebentar lagi selesai kok. Hari ini ramai banget sih," katanya.

Ya iyalah. Minggu gitu loh! Semua TKW di Hong Kong rata-rata libur hari Minggu. Dan salon ini berada di jantung Kampung Jawa-nya Hong Kong di ruas jalan Sugar street, Causeway Bay. Coba kalau hari biasa.

....sepuluh menit kemudian....

Cute ya,xixixi...
Seorang hairdresser mendekatiku lalu mengajakku pindah kursi.

Damn it!

"Siong yiu tim a (Ingin gimana)?" tanyanya ramah.

"Cin daufat. Potong rambut. Cuma potong saja, enggak pakek lain-lain. Potong pendek seperti ini," kataku sambil menunjukkan gambar yang aku buat di HP dengan bantuan aplikasi momentcam.

"Tak em tak a (bisa nggak ya)?" tanyaku.

"Bisaaa. Yang penting khan ada rambut," jawabnya sambil ketawa. Aku tertawa.

lho kok jadi gini???
mbak-mbak sebelahku

...klik, klik, klik..kress...

Mbak disebelahku mempunyai rambut panjang yang subur. Dia sedang diwarnai rambutnya, maroon.

Pemilik salon naik lantai satu, mungkin lagi menilik. Hairdresser mbak sebelahku berbisik pada pemilik salon.

"Yatko emkau a (satu saja enggak cukup)," katanya.

"Kaulah. Siong yiu keito cek (Cukuplah, mau segimana sih)!" jawab pemilik salon kemudian keduanya berbisik-bisik lebih lembut lagi, aku hampir tak kedengaran tapi aku tahu inti permasalahan mereka. Bahwa obat rambut yang digunakan untuk mewarnai rambut mbak sebelahku sepertinya kurang tapi pemilik salon bilang cukup atau disuruh nyukup-nyukupin. Bah!

Payahnya dua orang mbak di sebelahku ini enggak bisa berbahasa Kantonis. Yang mbak lagi mewarnai rambut maroon itu komunikasi dengan majikan dalam bahasa Inggris sedang mbak sebelahnya lagi, yang mau nglurusin rambut dan mewarnai itu berkomunikasi dengan majikannya dengan bahasa Mandarin. Olala! Ini aku ketahui dari si mbaknya sendiri yang sedikit ngobrol denganku setelah aku sedikit eyel-eyelan dengan hairdresser.

Setelah pemilik salon turun hairdresser sebelah memasukkan rambut mbak ke dalam mangkok isi obat pewarna, padahal mangkok itu sudah kosong. Aku menyeletuk, "Ih kayaknya kurang deh obatnya."

"Enggaklah. Ini namanya pas. Cuma jangan memboroskan aja, jadi rambutnya aku masukin sini biar semua obat kepakek," jawabnya enteng.

"Tanhai dausin tu o dengto lei dong lei lopan kongye kepo (tapi tadi aku dengar kamu sama bosmu ngomong lho)," kataku.

Spontan wajahnya memerah.

Hairdresser yang lagi memotong rambutku menimpali, "Kalau menurutmu enggak cukup ya protesnya sama bos lo, sama pemilik salon. Lha kamu tadi denger sendiri dia bilang cukup khan?" katanya.

"Waah...kita ngasih segitu banyak uang lho, itu khan persetujuan awal, sesuai price list," kataku.

"Lhah protes sama pemilik salon aja lo," kata hairdresserku.

Lucu. Aneh. Menggeramkan. 

Apakah aku nosy? Mungkin.

Lalu ini kasus mbak sebelahnya (yang mau nglurusin dan mewarnai rambut). Lhah di sini aku dimintai jadi penerjemah (karena mbaknya gak bisa ngomong pakek bahasa Kantonis). Rambut si mbak ini banyak dan dulunya dikriting dan diwarnai coklat. Sekarang dian mau ganti mode, mau direbonding plus diwarnai warna lain. Oleh supervisor, si mbak ini disarankan untuk memberi hair lotion plus merapikan rambut (ya dipotong dikitlah) plus diwarnainya pakek warna yang sama. Jadi total pembayaran 699 dolar, ya karena plus di-hair treatment & lotion dan plus potong (padahal di price list-nya cuma 299 dolar untuk mewarnai dan meluruskan dan sebenernya si mbak itu ya cuma mau nglurusin sama mewarnai doang). Sebagai penerjemah, aku menjelaskan kepada mbaknya. Mbaknya mudeng tapi ngedumel dengan harga akhir yang lebih dari dua kali lipat, terlebih tentang warna rambut yang enggak boleh ganti warna lain.

Walhasil menggerutulah dia dengan pemilik salon. Eh saat si mbak menggerutu, mbak yang sebelahnya lagi nyeletuk, "Aku iya a. Tadi di bawah katanya 299 tapi trus katanya tambah ini itu, jadinya ya 699 dolar."

Whaaaatttt???? Buseeetttt! Malpraktek salon nih!

Kasus-kasus di atas sering kali terjadi. Yang menjadi pemicunya adalah misscommunication dan kurang tegasnya kostumer salon. Kendala bahasa ini bisa menyebabkansi mbak tidak mengerti akan apa yang dimaksud dengan hairdresser. Sewaktu hairdresser bilang ini itu maka si mbak mengangguk saja (padahal gak mudeng sepenuhnya). Ya hairdresser sih enak aja karena dengan semakin banyaknya hair treatment semakin banyak pembayaran. Dan sebagai hairdresser yang dinilai mempunyai kemampuan dan pengetahuan tentang rambut, apa yang disarankan olehnya terdengar rasional. Padahal itu adalah cara mereka menambah income. Itu namanya "glembuk Solo".

Pun ketidaktegasan si mbak dalam mengatakan keinginannya sesuai harga price list sering menyebabkan pembengkakan pembayaran. Khan tidak lucu kalau pada akhirnya harus nelpon teman untuk utang duit karena uang di dompet tidak cukup untuk membayar bill.

Di Hong Kong ya seperti itu. TKW adalah sasaran empuk untuk dibujuk. 

Enggak mau kena malpraktek salon di Hong Kong? Ya harus tegas sejak awal masuk salon. 

Di Indonesia kayak gini juga gak ya?


**percakapan antara aku dan pemilik saloa, supervisor salon dan hairdresser dalam bahasa Kantonis.



Dikira Memplagiat Cerpen Anak

$
0
0
Cerita lama...terulang lagi...
Kalau sebagian dari konten di blog ini dicopy dan dikirim ke media itu sudah sekian kali, sekian lama pula. Padahal bagiku apa yang aku tulis di blog ini cuma umuk, wadul atau rasan-rasan. Kalaupun ada sesuatu yang lain yang berupa opini atau fiksi sebagian pernah dimuat di buletinku (yang aku buat bersama kawan-kawan organisasiku). Atau fiksi (puisi/cerpen) yang kebetulan laku nangkring di majalah/koran di Hong Kong. Atau mungkin sebagian tulisan dalam bahasa Jawa yang kebanyakan pernah dimuat di majalah Jaya Baya dan Panjebar Semangat.

Ada satu cerita lucu yang ingin aku tulis di sini. Ketika aku mudik pada lebaran kemaren ada seseorang yang mengirim inbox di FB-ku. Inbox tanpa kata-kata itu hanya berupa dua gambar. Ini pun aku ketahui setelah aku kembali ke Hong Kong (enggak internetan selama cuti sebulan di rumah).

Awalnya enggak begitu mudeng dengan apa yang dimaksudkan beliau. Dua foto tentang cerpen anak dalam bahasa Indonesia dan cerpen anak dalam bahasa Jawa, apa maksudnya? Hari berikutnya baru aku sadari ada "sesuatu" dari maksud pengiriman dua foto tersebut. Bahwa secara halus beliau sedang mempertanyakan keaslian dari tulisan cerita anak berbahasa Jawaku. Untuk lebih jelasnya simak dua gambar berikut:

Pada gambar pertama adalah cerpen anak berbahasa Jawa yang berjudul "Coro Boyongan" karyaku yang dimuat di majalah Jaya Baya pada JUli 2013 sedang pada gambar kedua adalah cerpen anak berbahasa Indonesia yang berjudul "Setelah Kamar Bersih" (tertera) karya Umi Kulsum yang dimuat di Kedaulatan Rakyat pada April 2013.

Coba sekarang cermati dua cerpen tersebut. Apa yang Anda temukan?
Ya! Cerpen anak itu sama persis! Hanya bahasa dan nama tokohnya saja yang berbeda.

Ok, sampai di sini mungkin Anda akan beranggapan sama dengan seseorang yang mengirim inbox di FB-ku kemaren dulu, iya khan? Beranggapan bahwa aku meniru cerpen di koran itu kemudian cuma mengalihbahasakannya saja, khan? Ya wajar saja. Itu karena bulan terbitnya beda. Cernak "Setelah Kamar Bersih" terbit tiga bulan lebih awal dari pada cernak "Coro Boyongan".

Lalu coba bandingkan dengan cernak saya dengan judul "Kecoak Pindah Rumah" yang ada di http://babungeblog.blogspot.hk/2012/12/cerita-anak-kecoak-pindah-rumah.html.

Bagaimana?

Sama persis ya?

Coba perhatikan tanggal posting cernak "Kecoak Pindah Rumah"

taraaaaaaaaaaa....!

14 Desember 2012 !


Masihkah Anda beranggapan sama? Hehehe...

Cerpen Kecoak Pindah Rumah pernah aku ikutkan lomba menulis cerpen ala Bobo tapi di-diskualifikasi karena dinilai temanya sudah umum. Aku pikir sih dari pada mubazir khan mending dipajang di blog gitu. Dan baru setahun kemudian kepikiran mengalihbahasakannya dalam bahasa Jawa lalu mengirimkannya ke majalah berbahasa Jawa, Jaya Baya, yang ndelalah kok ya laku dan dimuat. Lha mana aku tahu kalau ternyata cernak yang sudah di-reject itu bisa didaurulang kemudian dilempar ke koran dan kemuat? Lha wong lihat koran Kedaulatan Rakyat aja belum pernah je, gemana mau niru coba?!

Belum rejeki kali ya? Hehehe...
Eh rejeki nomplok juga sih karena udah dirasanin (jelek) dan disangka "anu" sama redaktur majalah dan seorang bapak yang menginbox aku. Udah gitu mau membela diri juga siapaaa yang bakal percaya, secara profesiku aja enggak meyakinkan, haha....!


**pesan moral yang aku dapat: Kembali ke tujuan ngeblog: wadul, rasan-rasan & umuk. Jangan posting fiksi :D


Bila Emak Kirim Mangga ke Hong Kong

$
0
0
Jasa pengiriman barang BAI menggerutuiku karena aku gagal mengambil paketan pada hari Sabtu.  BAI juga mengkhawatirkan paketan yang berisi makanan itu akan busuk bila terlalu lama di gudang pengambilan. Berhubung Sabtu aku tak jadi libur, maka baru keesokan harinya aku sempat mengambilnya, itupun setelah berlari-lari menyerahkan pesanan online kepada kostumerku dari satu titik ke titik lain (masih di daerah Causeway Bay-untuk kisah jualan onlineku ini mungkin akan kutuliskan nanti).

Aku menggeret salah seorang kawan yang jarang banget libur. Menggeretnya, memegang erat tangannya hingga dia tak bisa menolak untuk berkata tidak untuk mengikutiku (sukurin Wiek, haha..!). Kemudian bersamanya aku menuju gudang pengiriman barang, menyeret sebuah kardus lalu membukanya persis di lorong apartemen.

455 dolar, pikirku.

"455 dolar," gerutuku.

"Iki apa wae ta Wiek kok sampek meh 500 dolar ki," kataku pada Awiek.

"Astagfirullah, akeh men. Gek paket pelem wae kok sampek 750 ewu lho, kaujo aaa...!" gerutuku.

23 buah mangga, 2 kilogram sambel pecel dan seplastik enjet (batu kapur yang sudah dilunakkan) terdapat di kardus bekas kardus Indomie itu. Saat kuterima pada Minggu (15 Des'13) lalu, kerdus itu sudah lembek, basah, bau dan berminyak. Tiga di antara mangga-mangga itu sudah busuk. Sebelas lagi gembuk, selebihnya tidak begitu ok tapi juga tidak begitu gembuk.

"Nyenengke wong tua, Mbak. Jenenge wong tua pengin ngirim anake lho. Piye maneh, ya ben lah," bujuk Awiek.

Aku masih membayangkan biaya pengiriman sebesar 455 dolar alias 750 ribu. Betapa besar uang itu bagiku. Aku membayangkan ketika aku butuh setidaknya 2x5 hari ngepel lantai, 5x5 hari ngosek WC ditambah belanja, nyuci pakaian, masak plus diomeli majikan. Aku membayangkan betapa aku akan kehilangan kesempatan ikut kursus ini dan itu dengan uang itu. Aku membayangkan betapa...

"Lha timbang dipakek buat mbayar biaya pemaketan, 750 ewu lho bisa buat tambah transfer dhuwit emak," gerutuku lagi.
"Di sini mau makan mangga lho tinggal ke pasar beli yang 30 dolar udah dapet guedhe. Itu lho buat beli di sini udah dapet 15 buah lebih. Lagian siapa yang mau makan mangga sebanyak ini? Pengin mencret apa? UUgghhh...!" tambahku.

"Mbaak...nyenengke wong tua, Mbaaakkk!" kata Awiek lagi, nadanya sedikit meninggi tapi dengan ujung bibir tertarik ke atas.

Aku tak habis pikir, apa sih yang emak pikirkan saat mengirim paketan ini? Aku geram, aku ingin marah pula. Tapi sewaktu aku dial nomer telpon bapak (bapak yang merawatku), beliau tak menjawab panggilan telponku. Dan saat aku menelpon mbak Titik, kakakku, dia sedang sibuk.Olala!

Lalu kulimpahkan marahku pada Awiek. Kupasrahkan empat buah mangga padanya dengan harapan bisa mengurangi bebanku, ternyata paketan itu berat, seberat 13 kilogram, belum ketambahan paketan lainnya dan barang daganganku dan berkah hujan pada hari itu. Dan kembali harus kurayu-paksa Awiek untuk membantuku membawa pulang (ke rumah bos) barang-barang itu.

Lalu...

Hari Selasa (17 Des'13) aku baru berkesempatan menelpon bapak. Dan sewaktu kukatakan bahwa paketan itu telah sampai dan telah aku nikmati, beberapa cerita mengalir lancar tanpa aku mempunyai kesempatan untuk memenggal atau menyela.

Beliau bercerita bagaimana emak membeli kacang langsung dari petaninya kemudian dikupasnya lalu menungguinya saat kacang-kacang itu dijemur. Menggorengnya lalu membawanya ke pasar untuk diselep (dan harus satu jam menunggu giliran). Beliau menceritakan bagaimana beliau mengambil mangga. Mangga itu setelah dipetik langsung dimasukkan kardus. Dipilih yang bagus-bagus, besar-besar dan yang paling tua. Bapak yang biasanya mengunduh mangga dengan gotek mendadak harus memanjat pohon mangga yang penuh dengan semut krangkang. Lalu beliau juga menceritakan kehebohan saat mangga-mangga dan sambel pecel itu dikemas dalam kerdus.

Aku tersenyum, ternganga, terpana dan entah ter-ter apa lagi. Yang jelas cerita-cerita itu kurasakan lebih hebat dari pada kehilanganku atas 455 dolar atau 750 ribu. Cerita-cerita itu begitu penuh dengan cinta dan ketulusan dari orang-orang yang mencintaiku (dan kucintai). Cerita-cerita itu begitu penuh tenaga, penuh semangat dan membuatku hangat.

"Takkirimi akeh, ben awakmu isa melu ngrasakne, ben kancamu ya isa melu ngincipi," kata bapak.

O, jadi itu toh alasan bapak dan emak mengirim sedemikian banyak mangga dan sambel pecel. Katanya kalau yang 10 buah busuk, masih ada 13 buah yang baik yang bisa aku makan bersama kawan-kawanku (dan memang juga aku bagi-bagikan kepada kawan-kawanku).

Pribadi-pribadi yang sederhana itu entah berapa kali telah membuatku kalah. Betapa cara pikir mereka yang simple, melihat sesuatu dari sisi lain, membuat sesuatu yang kurasakan berat sebenarnya/menjadi tak terasa.

Dan sewaktu telpon itu kuakhiri, tak sedikitpun aku menyinggung besarnya biaya pemaketan yang harus kubayarkan. Bukankah semua sudah terbayarkan lunas dengan cerita-cerita itu? Sudah tak membebaniku lagi.

breakfast, lunch, dinner: sambel pecel plus dessert mangga selama seminggu!



***pesan moral: cinta itu mahal maaakkk...!


Winter with Mr. Tarmedi

$
0
0
***Bear it! I wrote this post in broken English!

I am trying to write a note in every other day (though last night I have posted) to keep my self occupy. It has been very cold days. The blanket & pillow are seemed more interesting than a laptop or an android phone. The wind often blows hard. It goes through the layers of clothes and through our bones. And as a compliment, the rain makes the days even worst.

But my friends & I (note: we are domestic workers in Hong Kong) have got to be stronger than winter. We are playing a co-star in every daily movie. We are the lady behind the success man. Well, we have people depending on us, laying great help or hope (as well as burden) to us. And to do such a job, we've got to keep healthy as well as happy.

Our boss might be in the bedroom watching TV or having longer nap time. But just look at those piles of dirty clothes in the loundry basket and on the washroom floor or look at how messy the house can be. And how about breakfast, lunch & dinner to serve? Or clothes to iron and baby to feed? Also marketing and (not to forget) moping and grooming the dogs? We definitely are not entitled for having such a lazy day in any season and any reason. Be it rain or fall or summer or winter, the job must be done. It is the same amount of HK$ 3.920 in every month, means the same things to do every day, no less, but can be more.

To keep healthy, may be it's all about the food we eat. But one of the reasons to keep happy is sending messeges to a friend or multiple friends in one group under the generosity of whatsapp, line, BBM for Android etc. It is free (for now) and easy. It doesn't take much time also.

We often talk about our self, our boss, our "man", our holiday, future, business or married & family planning. Further more, we discuss about many different news, from Indonesian domestic worker's news to Jokowi, SBY and Mr. Tarmedi.

Ok, so this (Mr. Tarmedi) is the latest news that has inspired me to write in English (forgive my wrong grammar pls). And because of this news, my friends went crazy (but it is a good way of craziness of course). We write messeges in English. We hope that we'll be better one day, getting more fluently and confidence through wrongs and errors.

But there are two different confersations I have made with completly different type of friend. And both make my days brighter and lighter. It's...it's fun way of learning. With little bit of twist and little bit addition here and there (include mixing the language). It is bizare but hilarious! Check it out!



 




Did you find it funny? I did and still do! Lol...

note:
nganfen (bahasa Kantonis)=sleepy
codauu(bahasa Kantonis)=good night

Erwiana, TKW Hong Kong Korban Penganiayaan Majikan

$
0
0

Erwiana sebelum berangkat ke Hong Kong
ERWIANA SULISTYANINGSIH
Asal: Ngawi
 Lahir pada 7 Januari 1991
Nomer passport: AS 321825
8 bulan bekerja di majikan bernama LAW WAN TUNG
beralamat di: Flat J 38 /F BLK 5 Beverly Garden 1 Tong Ming Street Tsueng Kwan O, Kowloon, HK
Erwiana diberangkatkan oleh P.T. GRAHA AYU KARSA Tangerang. Dan agen di Hong Kong Chans Asia Recruitment Centre.

Tulisan ini berdasarkan cerita Rian yang kebetulan hendak cuti ke Indonesia dan bareng Erwiana. 

Tanggal 9 Januari 2014

Ketika aku sampai di bandara CHEK LAP KOK, HONG KONG, aku melihat ada seorang mbak-mbak, BMI (BMI=TKW) juga. Tapi kok wajahnya lebam dan jari tangannya juga bengkak menghitam? Lalu ku tanya: "Namamu siapa mbak?"
“Erwiana,” jawabnya.

Aku : "Lhoh mbak, kenapa wajah dan tanganmu seperti itu?"
Erwiana : "Ahh nggak papa kok, Mbak. Ini cuma alergi kena air dingin."
Aku : "Ahh massa sih alergi air dingin sebegitunya? Kok kayak ada luka gitu lo. Mbak di wajahmu juga lebam."
Erna : "Enggaklah, nggak apa-apa kok." (Erwiana diam dan menunduk sambil memainkan jarinya yang menghitam itu)

Aku : "Memangnya kenapa sih, Mbak? Apakah kamu dipukul oleh majikanmu?" (aku setengah memaksa dia untuk mengakui apa sih yang sebenarnya terjadi dengan dirinya?)

Erwiana : "Ora papa, Mbak." (Lagi-lagi dia menunduk)

Aku : "Kamu asal mana?"
Erwiana: "Ngawi, Mbak."
Aku : "Lhoh, ya sama. Aku dari Magetan, berarti kita tetangga dekat lo."
Erwiana: "Oh iya, Mbak.”

Terdengar suara peringatan kepada seluruh penumpang pesawat agar segera masuk ke Gate 31.

Aku: "Ayok masuk, dah ada peringatan tuh.”
Erwiana: "Aku ewangana, Mbak. Aku gak bisa bawa tasku."
Aku : "Lhoh tadi katamu gak apa-apa? Lha kok? Sebenarnya kenapa sih mbak kamu nih?" (Aku jengkel karena ditanya gak ngaku-ngaku)

Erwiana di bandara Hong Kong
Erwiana : "Mbak, iya aku dipukuli oleh majikanku selama 8 bulan, tapi mbak aja ngomong-ngomong ya, aku takut sekali.” (wajah Er terlihat banget cemas)
”Erwiana: "Aku gak boleh ngobrol dengan orang Indonesia atau pun melapor ke Polisi tentang kejadian ini.” (tangan Erwiana terlihat gemetar)
Aku: "Hahhh..??!!”(aku kaget dan menyayangkan banget, kenapa disiksa separah itu kok diam saja? Kenapa??)

Karena waktu sudah mepet dan kami pun harus segera masuk pesawat, maka aku gandeng dia untuk jalan. Namun alangkah kagetnya aku, ternyata dia juga susah jalan jadi aku harus memapah dia. Semua bawaanku kutaruh di kereta barang. Aku sudah menawarkan untuk lapor polisi, dia gak mau dan ngeyel gak mau.
Akhirnya kami tiba di depan gate masuk Imigrasi.
Beberapa petugas bertanya pada Erwiana: "Kamu kenapa?" Dan aku yang jawab, kujelaskan bahwa dia telah dianiaya majikanya. Petugas tersebut seketika langsung menyarankan untuk lapor polisi dan lagi-lagi Erwiana menolak dengan alasan ingin segera pulang bertemu keluarga di kampung. Akhirnya walaupun banyak orang menyarankannya lapor polisi tapi dianya nggak mau, ya sudah tentu pihak imigrasipun tidak bisa memaksa seseorang untuk melaporkan kasusnya.

Sampai di dalam pesawat aku bersusah payah untuk memapahnya dan barangku dibawakan teman yang lain. Oh ya, Erwiana juga tidak mau dipapah teman lainnya selain aku. Di barisan tempat dudukku juga Erwiana ada orang asing dan dia melihat kondisi fisik Erwiana yang begitu. Penumpang asing itu minta pindah tempat duduk yang kebetulan ada yang masih kosong. Mungkin orang itu takut melihat tangan Erwiana yang seperti penyakit apa gak tau.

Di dalam pesawat Erwiana tertidur, mungkin saking capeknya. Beberapa kali dia terlelap. Beberapa kali juga dia mengigau. Dalam igauanya dia berteriak ketakutan, capek dan banyak lagi. Saat dia tidak tidur, aku coba ajak dia untuk bicara mengenai kondisi dia di majikan hingga dia teraniaya.

Er..kutatap wajahnya saat ia tertidur lagi..
(kasihan banget kau Er, wajah ayumu kini berubah lebam, majikanmu hanya memberi satu lembar uang seratus dolar, umurmu yang masih muda juga harus dituakan tiga tahun. Aku menerawang sedih.
Erwiana terbang ke Hong Kong pada Tanggal 13 May 2013. Dia juga harus membayar potongan Agen selama 6/7 bulan. Sejak awal dia bekerja, Erwiana sudah mulai dipukul oleh majikannya menggunakan hanger atau apa saja yang ada di depan majikannya. Lalu pada saat dia sudah bekerja satu bulan dia sempat lari ke bawah rumah telpon pihak PJTKI di Indonesia. Erwiana laporan bahwa dia mengalami penganiayaan fisik dan tiap hari dimarahi oleh majikannya. Erwiana gak kuat dan gak tahu harus bagaimana. Lalu pihak PJTKI segera menghubungi agen yang ada di Hong Kong. Tak berapa lama agen datang ke bawah rumah majikan Erwiana menemui Erwiana yang masih di bawah rumah. Selanjutnya, pihak agen mengantar Erwiana kembali ke rumah majikan karena Erwiana belum habis masa potongan gaji.

Erwiana yang masih baru, tidak tahu harus kemana dan tidak tahu langkah apa yang harus dilakukan. Dengan bujuk agen, Erwiana terpaksa kembali ke majikan lagi. Dalam bekerja sehari-harinya Erwiana selalu mendapat perlakuan tidak baik dari majikannya. Dia juga kurang makan dan kurang tidur. Hingga pada kondisi yang kritis, tepatnya tiga hari sebelum dipulangkan, Erwiana mengeluh sakit dan lemah. Lalu majikannya menyuruhnya untuk tidur istirahat. Ketika mandi, Erwiana juga dimandikan oleh majikan perempuannya dengan alasan kalau Erwiana mandi sendiri nggak bersih.

Akhirnya pesawat landing di bandara Indonesia. Aku segera memapah Erwiana, ketika dia berasa ingin buang air kecil, segera ku antar ke toilet. Dan alangkah terkejutnya aku, ternyata Erwiana sudah dipakek i Pampers! Ohhh ya Alloh… Betapa tersiksanya dirimu wahai saudaraku. Aku hanya bisa berucap dalam hati, ingin sekali aku menangis, menjerit, agar apa yang kurasakan dongkol dalam hati ini berkurang, tapi ku tahan. Aku tak ingin terlihat sedih di depan Erwiana.

Dari bandara aku mengantarkan Erwiana sampai rumahnya di Ngawi. Di halaman depan rumahnya Taxi yang kami tumpangi berhenti. Keluarganya yang tidak tahu dia akan pulang hari itu kaget. Apalagi ketika melihat kondisi fisik Erwiana yang mukanya lebam dan harus dibopong masuk ke rumah. Spontan keluarga dan tetangga yang di situ menangis histeris.

Sampai di dalam rumah, Erwiana ditidurkan. Sebenarnya aku sudah penasaran sejak dari Hong Kong, kok kakinya gak bisa buat jalan itu kenapa? Tapi Erwiana menutupi dan tidak mau memberitahuku. Dalam kondisi yang pada menangisi keadaan Er, aku terus bersabar, aku harus kuat, aku harus tatak di hadapan banyak orang. Aku gak ingin menangis meskipun batinku menjerit dan airmataku begitu ingin mengalir.

image
image
image
 image
Dan akhirnya akupun memberanikan diri untuk melihat kondisi kakinya. Duh Gustiiiiii… Ampunilah dosa hambamu yang lemah iniiiii…(ku berdoa dalam hati). Kedua kakinya diperban dan aku tidak tahu luka apa ini. Bekas siraman.air panaskah? Atau bekas apa?  Ya Allah... begini parahnya. Aku mencium aroma yang tidak sedap dari kedua kaki Erwiana namum tak sedikitpun aku merasa jijik atau bagaimana. Aku tetap melepas perban-perban yang menempel di luka  Erwiana dan menggantikan dengan yang baru.

Kondisi Erwiana sangat lemah dan masih  butuh perawatan extra. Saat ini Erwiana sudah dibawa ke Rumah Sakit setempat untuk perawatan.

Kawan-kawan semua, itu tadi kisah saudara kita yang foto-fotonya sudah ramai dibicarakan di FB sejak semalam, dan untuk kekurangan nama tempat atau alamat, saya pribadi memang belum mendapatkan dari pihak keluarga. Dan perlu kawan- kawan ketahui, saat ini Erwiana juga sudah ada pihak di Indonesia yang siap mendampingi untuk menuntut haknya.

************

Copas dari blog kawan, Fendy .








Erwiana, Facebook, dan Solidaritas Buruh

$
0
0

Erwiana, Facebook, dan Solidaritas Buruh

dok / Jaringan Buruh Migran Indonesia
AKSI SOLIDARITAS – Ribuan buruh migran asal Indonesia menggelar aksi solidaritas untuk Erwiana di depan kantor Central Government Offi ce (CGO) di Hong Kong, Minggu (19/1). Sekitar 100 warga lokal turut bergabung dalam aksi ini.
Akankah negara bicara lantang tentang nasib pekerja rumah tangga Indonesia di Hong Kong?
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menelepon seorang lelaki bernama Rahmat, di sela-sela rapat kabinet yang berlangsung di Istana Negara, Selasa (21/1) pagi.

“Pak Rahmat, ini Pak SBY. Saya sedih prihatin terhadap musibah yang mengenai putri Bapak, Erwiana. Saya juga marah pada yang berbuat kejahatan. Saya minta hukum dan keadilan ditegakkan,” demikian SBY menelepon, seperti diberitakan Antara, Selasa. 

Tak jelas apa tanggapan dan reaksi Rahmat menerima telepon mendadak itu. Namun yang pasti, kejutan Rahmat sudah datang jauh-jauh hari, Sabtu (11/1) lalu, saat putrinya, Erwiana Sulistyaningsing, datang ke rumah dengan dipapah seorang buruh migran asal Magetan, seorang perempuan yang baru dijumpai Erwiana saat di Bandara Chek Lap Kok, Hong Kong. 

Wajah dan mata Erwiana lebam, tubuhnya memar. Rahmat dan istrinya histeris. Baru delapan bulan Erwiana bekerja di negeri bekas jajahan Inggris itu, tapi pulang dengan luka di sekujur badan. 

Riyanti, buruh migran asal Magetan yang mengantar Erwiana pulang ke kampung halamannya di Desa Pucangan, Kecamatan Ngrambe, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, menemukan Erwiana duduk sendiri di bandara Hong Kong, Jumat (10/1) malam lalu. Kebetulan malam itu, Riyanti juga memutuskan pulang kampung. Mereka menumpang penerbangan yang sama. 

Riyanti curiga dengan wajah lebam Erwiana. Namun, Erwiana bungkam ketika ditanya apa yang terjadi padanya. Ia hanya bilang alergi cuaca. 

Tapi, Riyanti tak percaya. Saat Erwiana minta diantar ke toilet dengan langkah tertatih, Riyanti makin curiga. Di toilet, Riyanti menemukan Erwiana berganti pampers untuk pantatnya. Riyanti makin curiga Erwiana mengalami penganiayaan, tapi perempuan berusia 22 tahun itu tetap bungkam.

Sambil mencoba berkomunikasi dengan Erwiana, Riyanti berbalas pesan pendek dengan kawannya, Icha, juga seorang buruh migran asal Malang yang bekerja di Hong Kong. Kepada Icha, Riyanti mengirim foto Erwiana yang lebam. 

Icha-lah yang kemudian menjadi orang pertama yang mem-posting foto Erwiana di Facebook, Sabtu (11/1) pagi. Ia tak berpikir panjang. Ia memutuskan melakukan hal tersebut setelah SMS terakhirnya ke Riyanti yang meminta agar Riyanti menemani Erwiana pulang hingga ke kampung halamannya, tak berbalas. 

Kemungkinan karena Riyanti sudah berada dalam pesawat bersama Erwiana. “Yang kupikirkan saat itu (saat mem-posting foto Erwiana di Facebook-red), itu jalan satu-satunya berharap kepedulian kawan-kawan BMI (buruh migran Indonesia, sebutan lain untuk tenaga kerja Indonesia-red) membantu Erwiana,” ucap Icha kepada SH. 

Tanggapan dan reaksi pun meluas. Banyak yang kemudian menyebarluaskan foto ini. Ada yang pro, ada yang kontra. Tak sedikit pula yang skeptis. Orang yang pro menyebut Erwiana harus dibantu dan solidaritas harus segera digalang. 

Orang yang kontra melihat foto semacam ini tak bisa sembarangan diedarkan tanpa izin dari pemiliknya karena dikhawatirkan terjadi sesuatu yang justru lebih buruk terhadap Erwiana. Sementara itu, orang yang skeptis menganggapnya sebagai hoax. 

Namun, saat informasi lanjutan mengalir dari Icha dan Riyanti tentang proses perjalanan Erwiana pulang ke kampung halaman, hingga penanganan terhadapnya, arus pun berubah cepat. Solidaritas mengalir deras. 

Disiksa

Kepada Riyanti, saat berada di dalam pesawat, Erwiana berkisah bahwa majikan perempuannya, Lo Wan-tung, memang doyan memukulinya. Ia takut mengaku karena majikannya sempat mengancam orang tuanya di kampung akan dibunuh jika Erwiana mengisahkan penganiayaan tersebut.

Selama delapan bulan bekerja pada majikan tersebut, Erwiana hanya sekali diberi makan nasi setiap hari, pada pukul 07.00. Siang dan malam hanya dapat jatah satu iris roti dan satu botol air mineral untuk sehari. Jam tidurnya pun diubah. 

Ia boleh beristirahat atau tidur dari pukul 13.00-17.00. Selebihnya, ia harus dalam kondisi bangun dan bekerja. Saat ia kelaparan dan mencoba mengambil roti di lemari, majikan langsung memukulinya, juga setiap kali dia melakukan kesalahan kecil. 

Dokter Imam Fadli, spesialis bedah yang merawat Erwiana di Rumah Sakit Islam Amal Sehat Sragen, mengatakan, Erwiana tak bisa berjalan dan mengalami pembengkakan otak karena kepalanya terus dipukuli benda tumpul selama enam bulan terakhir. 

Saat bulan pertama mengalami penganiayaan, Erwiana sebetulnya telah mencoba melapor pada PJTKI Graha Ayu Karsa Tangerang yang mengirimnya. Namun, alih-alih memberi perlindungan, PJTKI malah menelepon agen di Hong Kong yang menyalurkan Erwiana ke Lo Wan-tung dan sang agen memberi tahu majikan tersebut tentang keinginan Erwiana untuk hengkang. Jadilah, Erwiana kembali jadi bulan-bulanan. 

Minggu (19/1), sebuah aksi menuntut keadilan bagi Erwiana digelar di Hong Kong. Sekitar 5.000 orang turun ke jalan menuju kantor pemerintah Hong Kong dan markas polisi Hong Kong. 

Sejumlah organisasi pekerja migran mengoordinasi aksi tersebut. Warga Hong Kong yang bersimpati terhadap kasus Erwiana juga turun ke jalan. “Lebih dari 100 warga lokal ikut dalam aksi ini,” kata Sring Atin, juru bicara Komite Keadilan untuk Erwiana dan Semua Pekerja Migran Rumah Tangga. 

Hari itu juga polisi memeriksa Susi, pekerja migran asal Malang yang juga menjadi korban penganiayaan Lo Wan-tung. Sring mendampingi Susi dalam pemberian kesaksian tersebut. Kepada SH, Sring mengatakan, pada Jumat (17/1), polisi Hong Kong menghubunginya. “Mereka bilang jika Susi bisa bersaksi, mereka akan menangkap majikan Erwiana, Minggu (19/1) malam,” Sring menjelaskan.
Meski mundur sehari, polisi menepati janjinya. Senin (20/1) malam, Lo Wan-tung dicokok Imigrasi Hong Kong di bandara saat hendak terbang ke Bangkok. Perempuan tersebut ditangkap atas tuduhan menganiaya dua PRT asal Indonesia. 

Hari yang sama, empat penyidik dari Unit Kejahatan Kepolisian Hong Kong dan pejabat Departemen Perburuhan Hong Kong terbang ke Indonesia untuk memeriksa Erwiana. Polisi butuh keterangan dan hasil medis Erwiana sebagai bahan investigasi untuk menjerat Lo Wan-tung. 

Aksi solidaritas terhadap kasus ini dan juga soroton media internasional membuat Hong Kong jengah. Mereka tak ingin disamakan dengan Arab Saudi jika kasus ini gagal ditangani. 

Presiden Yudhoyono tampaknya juga terusik hingga merasa perlu untuk menelepon ayah Erwiana. Tapi, penghiburan saja memang tak cukup. 

Kamis (23/1) dan Minggu (26/1) nanti, organisasi dan jaringan buruh migran Indonesia di Hong Kong kembali menggelar aksi. Mereka akan mendatangi kantor Departemen Perburuhan Hong Kong dan kantor agen Chans Asia Recruitment Centre yang menyalurkan Erwiana, menuntut agar agen ditutup dan pemerintah Hong Kong meninjau ulang aturan yang mengharuskan PRT asing tinggal di rumah majikan. Secara kebetulan agen Chans berkantor di kawasan Causeway Bay, tempat perwakilan pemerintah Indonesia juga berkantor. 

Para pekerja migran asal Indonesia ini telanjur memercayai bukti bahwa bukan para pejabat negara yang akan menuntaskan masalah dan nasib mereka, tapi diri mereka sendiri. (SU Herdjoko)

Ayam dan Emak

$
0
0
emak di pintu rumahku
Ada perdebatan antara aku dan emak yang tak pernah berakhir, tentang unggas. Emak adalah pecinta hewan berkaki dua yang aneh. Burung brenggala yang berumur belasan tahun itu tetap berada di kurungan yang sama sejak pertama kali didapatnya. Tak pernah dimandikan dan tak pernah dicuci kurungannya. Hanya diganti air minum dan dicukupi makanannya.

"Manuk kuwi gak perlu adus, nduk," katanya setiap kali aku memrotesnya untuk memandikan burung.

Sama halnya dengan ayam. Sejak ayam itu masih kuthuk, masih kecil, hingga ayam itu keluar jalu dan jengger juga buntut ekornya memanjang, diletakkannya di dalam kurungan yang sama hingga ayam jago yang sebenarnya macho dan ganteng itu menjadi mentelung, membungkuk badannya karena sundhul kurungan, kurungannya terlalu kecil untuk ukuran ayam jantan yang siap untuk flirting.

Eh..boro-boro flirting, ini ayam gak beda jauh nasibnya sama anak wedoknya emak waktu ABG, gak boleh keluar ke mana-mana! Lhah gimana mau ndapetin babon cakep? Tiba waktunya kawin juga mesti dikawin paksa. Jadi ada beberapa kurungan gitu. Yang ayam cewek ditaruh di dunak jebrak sedang yang ayam cowok ditaruh di kurungan ayam beneran. Dan pas waktunya kawin itu ayam cewek dimasukkan ke kurungan ayam cowok. Ditonyol-tonyolin gitu biar cepet kawin. Duh!

Kebayang gak sih? Itu kurungan ayam buat ayam jago aja udah nyesek, ketambahan ayam cewek. Mana tempat kurungan itu di deketnya dapur pula, jadi pas kami makan bisa ngelihat itu ayam lagi ngapain gitu. Khan jadinya mereka enggak punya privacy, ya khan? Sering dulu, itu kurungan aku tutupin pakek gombal, biar kalau pas mereka making love mereka punya privacy, biar gak malu. Lhah kalau nggak kawin-kawin, nggak bertelur. Buntutnya emak ngedumel. Emak emang hobby banget melihat hidup ayam nelangsa.

foto dari sini
Dulunya dulu sih emak suka sama menthok, itu semacam bebek gitu. Tapi aku benci. Benci sama tainya yang crat-crot di mana-mana. Gak sopan banget. Benci sama suaranya yang wak-wek-wok, brisik. Tapi suka kasihan juga saat bulu-bulunya dicabutin oleh tukang mindring (tukang jualan panci kredit keliling yang juga kebetulan membeli bulu angsa dan menthok, entah untuk apa). Iya sih, kalau enggak dicabutin itu menthok bisa mbleber, terbang ke mana-mana.

Dan enggak tahu kenapa tiba-tiba emak memutuskan untuk menjual semua menthok (7 ekor). Yang aku tahu, setelah menthok dijual aku punya seragam dan sepatu baru. Saat SD aku cuma dibelikan seragam dan sepatu satu kali, yaitu pas kelas 4 SD, ya pas menthok itu terjual. Jadi pas jalan ke sekolah, pas jalan itu aku merasa sepatuku bunyi wak-wek-wok. Mungkin hanya perasaanku saja, tapi sungguh risih dan merasa bersalah telah membenci menthok. Akhirnya pas keluar dari rumah dipakai tapi selang lima menit sepatu dilepas, dipakai lagi di depan gapura SD. Pulangnya juga gitu. Di depan gapura dilepas, hampir sampai rumah dipakai lagi. Sebelumnya aku pakai lungsuran dari tetangga kanan kiri yang mempunyai anak sebaya denganku. Hidup saat itu susah, amat susah. Meski begitu dulu damai banget.

Kembali ke ayam dan burung. Kemarin saat emak aku telpon, beliau bilang burung brenggala satu-satunya itu sakit. Eh sebenarnya bukan sakit tapi tidak mau ngigel/bersuara. Dan keluarlah lagi kecerewetanku.

"Kurungane diganti, tumbas anyar," perintahku.

"Niku penyakiten, wong kurungane kotor," kataku.

Lalu terdengar suara simbah menggumam entah apa. Simbah yang sakit uzur itu seperti tahu bila-bila aku menelpon. Beliau minta air anget, katanya. Lalu aku membayangkan emakku yang juga sedang sakit itu tergopoh-gopoh ke dapur, mengambil segelas air hangat. Lalu aku mendengar suara emak melemah, seprti tercekat, seperti mau nangis.

"Wong lara ngopeni wong lara. Lara kok bareng," katanya.

Sesaat kami terdiam. Tak berani aku meneruskan kecerewetanku. Pikiranku tak keruan. Sedang emak melanjutkan keluhannya.

"Anak mung siji, adoh sisan," katanya. Lalu diam.

Aku yakin di sana emak menangis. Tapi tak ada suaranya. Beliau lebih nelangsa dari pada ayam jago dan ayam cewek dalam kurungan tadi. Punya anak pungut satu saja enggak bisa merawatnya dengan baik. Mungkin juga beliau mengkhawatirkan masa tuanya tanpa anak di sampingnya. Mungkin juga beliau merasa kesepian atau takut atau perasaan lain yang aku tak tahu....



**Jam 2 dini hari. Masih belum bisa tidur mengingatmu, Mak.
    Setahun lagi, nggak akan lama kok.
    Semoga njenengan segera sehat, aamiin.




The Past is in The Past

$
0
0
Sebuah pertanyaan berhak atas jawaban.

Kami, aku dan momonganku, berjalan menuju bus stop yang berada di ujung Village Road. Kami melewati beberapa mobil yang berjejer terparkir di tepi jalan.

Pukul 6 petang, suasana lengang, tak banyak mobil bergerak melawan arah kami berjalan. Udara tak bergerak, diam di tempat, dingin yang pengap, ini musim winter yang salah kaprah di tahun ini. Cuaca tak menentu.

Uap menyembul dari mulut kami saat kami mendengungkan lagu yang menjadi soundtrack film Frozen, Let It Go. Lagu yang dibawakan apik oleh Idina Menzel menjadi agak kedangdut-dangdutan saat aku dan momonganku berusaha keras untuk menyanyikannya.

.........
My power flurries through the air into the groooouuundddd
My soul is spiraling in frozen fractals all arooouuundddd
And one thought crystallizes like an icy blaaaaaasssttt
I’m never going back,
the past is in the paaaassst....

"Waiiiiitttt...!" teriak momonganku tiba-tiba. Aku mendadak harus mengerem mulutku untuk tidak menyanyikan kelanjutan dari lagu itu.

"What?" tanyaku heran.
"What does that mean?" tanyanya.
"What does that mean what?" tanyaku heran dua kali.
"What does it mean? What does "the past is in the past" mean?" tanya momonganku serius. Dia bahkan berhenti berjalan dan menatapku sungguh-sungguh.
"We always sing this song, I understood most of the lyric, but not this one," katanya.

Anak yang pada 14 April nanti genap 9 tahun ini memang bocah yang curious banget. Rasa ingin tahunya tinggi. Ya iyalah,secara babunya juga gitu.

Sebenarnya aku mau menjelaskan begini: bahwa Elsa dituntut untuk menyembunyikan kekuatan magicnya dan itu membuat Elsa ketakutan kalau kekuatannya sampai diketahui orang. Jadi saat Elsa minggat dan berada di gunung dia mencoba untuk melupakan ketakutannya, tidak menutupi kekuatannya dan menjadi dirinya sendiri, toh semua orang sudah tahu tentang kekuatan magicnya. 

Bukankah penjelasan seperti itu terlalu rumit baginya? Maka aku memilih  penjelasan seperti ini:

"The lyric is like a poem. Beautifully arrange words related to the movie," jawabku.
"So?" desaknya.
"You saw the movie, didn't you?"
"Yes."
"Elsa ran away from palace then go to the icy mountain, right?"
"Yes."
"So Elsa's past is the palace. She has left the palace, so it passed," jelasku.
"Get it?" tanyaku, berharap dia bisa menangkap penjelasanku.

Aku mulai bingung bagaimana harus menjelaskan padanya. Dan dari wajahnya tergambar bahwa dia makin mumet dengan penjelasanku yang mbulet. Kami sampai di bus stop. Sejenak aku membuka google dari ponselku. Aku mengetik "the past is in the past meaning" kemudian menekan tombol search. Percuma. Yang ada hanya lirik lagu dan disney wiki.

"I don't get it," jawabnya jujur.

Ok,  aku harus memutar otak. Kalau penjelasan kedua ini enggak juga bisa dimengerti olehnya berarti harus kirim whatsapp ke pak bos untuk menanyakan hal ini.

"Where are we going?" tanyaku.
"Play therapy," jawabnya cepat.
"We walked from home to this bus stop, didn't we?"
"Yes."
"What did we pass?"
"Cars, dogs, apartments?"
"Yes. So the cars, dogs and apartments were passed, right?"
"Yes."
"So that's it! Cars, dogs and apartments are behind us. We can say it like this: cars, dogs and apartments are past and the are behind us, passed, past. Do you get it now?"
"No."

**tepuk jidat

Lalu tiba-tiba dia berkata:

"You said Elsa's past is palace and she left palace, so the palace is behind her, past. Like that?"
"Yes," jawabku lega.

Akhirnya dia mengerti walau tidak sepenuhnya benar pengertian yang di dapatnya. Lha kalau pertanyaan yang fardhu ain jawabannya itu tidak terjawab, sampai besok dan besoknya lagi dia akan nguber aku untuk memberikan jawaban yang tepat. 

huufftt....

 

Ada Babu Ngeblog di Jawa Pos

$
0
0
Ketika aku membuka Facebookku pada Senin, 17 Maret, pukul 8.30 pagi,sudah ada tiga pesan menggedor-gedor pintu inbox untuk segera dibuka. Dan setelah aku buka, mak jreengg.., ketiga-tiganya berisi sama, sebuah foto dan tulisan (hampir sama), "profilmu dan blogmu di Jawa Pos hari ini".

Selang sekian menit, sekian puluh mention menghampiriku. Berhubung hari Senin adalah jatahku berkeliling Hong Kong untuk ngapelin tukang jagal ayam, tukang jagal sapi, tukang jagal babi, bakul iwak dan penjual sayur, maka ya kuabaikan. Tugas dari nyonyah bos tak boleh dinomorduakan.

Eh, sempat mengintip blog lewat HP dines, karena HPku sendiri  hampir tiga minggu rusak dan baru bisa beli tagl 18 (HP dines= HP pemberian pak bos khusus untuk whatsapp atau telpon bos dan keluarganya saja), sempat menginceng e-mail (48 e-mail pada 17 Maret) dan stat blog yang tiba-tiba mencolot tinggi sekali, 11.100 hits pada tanggal 17 Maret jam 11 malam. Wow! Biasa juga cuma sekitaran 300-500 perhari kalau pas gak ada postingan baru.

Lalu mulailah ritual awal, ngubek internet. Eh terus karena stat blog masih di atas 6 ribu hingga tanggal 21 maka ngubek internet lewat hp dines berkelanjutan. Iki jan-jane sing ditulis di Jawa Pos apa sih kok sampai segitunya?

Dan ketemu di sini, di sini, di sini, di sini, di sini, di sini. Lho...lho...lho.... Kok banyak amat?
(jadi pengin malu**)

Pada (kalau nggak salah) tanggal 11 Februari, mas Abdul Ringgo dari Jawa Pos e-mail aku. Beliau yang ada jadwal seminar (entah seminar apa) di Hong Kong, ingin menemui aku. Aku sih enggak keberatan, toh sudah beberapa kali mahasiswa, LSM, peneliti dari Indonesia yang datang dan mengajak ketemuan sehubungan dengan riset, makalah atau essay mereka. Lagian di Hong Kong ini, ketemuannya juga di tempat umum, di Mc'Donald di ruas jalan Yee Wo Street, Causeway Bay. Siang hari pula. Apa yang patut ditakuti atau dicurigai?

Inilah saat aku harus korupsi waktu kerja untuk kesekian kalinya. Aku hanya bisa menjanjikan 2-3 jam ngobrol, tak lebih. Itupun sudah terhitung lama. Dan ngobrollah kami tentang ceritaku mengenal laptop, awal mula ngeblog dan sebagainya.

Judul di artikel JP: "Dulu Enter Saja Tak Tahu, Kini Ribuan Pembaca Menunggu" sempat membuatku tertegun. Ya memang dulu tombol enter yang mana saja aku enggak tahu. Hanya dikasih tahu bos tombol power dan icon internet explorer. Selebihnya, beliau selalu bilang: "Find it in google" setiap kali aku bertanya sesuatu. Kalau...ribuan pembaca? Benarkah? Lalu aku dikagetkan oleh lamunanku sendiri bahwa TKW-Hong Kong jumlahnya lebih dari 170 ribu. Dan bila aku mengenal lebih dari 30 organisasi bentukan TKW-HK yang dari perorganisasi anggotanya bisa mencapai 100 orang, yang kebetulan juga aku kenal dan mengenalku karena blogku belum lagi ketambahan teman dari FB dan blogger dari Indonesia, maka judul itu bukan bualan. Toh saat aku konsen di jualan online dan membiarkan blog berkarat karena tak kusentuh, selalu ada teguran dari teman dan e-mail atau whatsapp yang membuatku malu disebut blogger (non aktif).

Lalu bagaimana dengan isi tulisan di JP?
Ada beberapa hal yang membuatku mengernyitkan kening saat membaca artikel di JP itu. Seperti pernyataan bahwa aku gonta-ganti majikan. Kapan ya aku bilang gitu? Majikanku cuma satu, sembilan tahun sudah aku mengabdi kepada mereka dan cerita-cerita tentang mereka selalu aku tulis di blog ini. Pertengkaran-pertengkaranku dengan mereka, kebodohanku dan keras kepalanya kami selalu aku kemas di label celotehan. Kalau aku enggak mau diremehkan bos memang iya, kalau aku memilih bertengkar dengan mereka karena selisih pendapat atau kurang setuju terhadap sesuatu atau tak mau disalah-salahin mulu juga sering. Kalau aku gonta-ganti majikan? Enggaaakkkk..!! Hehehe...

Lalu soal uang dari Malaysia, aku gak pernah nyebutin nominal. Kalaupun aku sebut tentunya tidak segitu. Gimana bisa uang segitu untuk mendirikan rumah? Dan saat pertama didirikan, rumahku hanya 10 (bukan 12) jendela, dari mimpiku untuk memiliki 15 jendela. Ya memang terpaksa harus menerima rumah 10 jendela itu, tapi kepikiran terus hingga akhirnya Juli tahun 2011 rumah itu aku jebol untuk membuat lima jendela lagi (ini mau mewujudkan mimpi atau gila?).

Lalu tentang cerita bersambung di Jaya Baya, itu mah cerita pendek dan cerita anak dan artikel, profil yang dimuat di sana. Kalau cerita bersambung dalam bahasa Jawa, waduh ini masih planning mau buat buku/novel gitu, sebenernya juga Off the Record, auwww.... Jadi malu sama mbak Titah Rahayu yang mbaureksa Jaya Baya itu.

Cuma itu saja sih yang mengganjal tentang tulisan di JP. Selain yang aku komplinkan di atas, sudah sesuai dengan ceritaku yang memang begitu.

Ada yang lucu pada tanggal 18 Maret lalu, saat aku menelpon mbakku. Katanya, orang sedesa sempet dihebohkan oleh berita bahwa aku mau nikah dengan orang Hong Kong di Hong Kong. Whaaattt...???
Iya kalii...itu kalau si keren Chow Yun Fat yang memintaku, hehe! Tapi boro-boro, paling cuma diminta jadi babunya, wkwkwk....

Sebenernya pak lurah desaku ditelpon oleh temennya yang jadi lurah di Blora, lurah Blora itu bertanya apa ada warga desa yang bernama Sri estari di desa Cabak yang kerja di HK soalnya lagi ada berita di koran.. Trus pak carik denger, cuma gak jelas. Trus bilang sama punggawa desa lainnya dan istrinya bahwa Sri Lestari mau nikah di Hong Kong. Trus sang istri bilang sama tetangganya kalau aku mau nikah dengan orang HK di HK, trus tetangganya bilang sama tetangganya bahwa aku mau nikah dengan orang HK di HK dan lagi proses surat, trus tetangganya tetangganya bilang sama tetangganya kalau aku aku mau nikah dengan orang HK di HK dan lagi proses surat dan harus cepet, trus tetangganya tetangga tetangganya bilang sama handai taulan dan tetangganya kalau aku mau nikah sama orang HK di HK dan sedang proses surat dan harus cepet-cepet karena aku sedang kenapa-napa trus sampailah cerita itu pada emakku. Dan alhamdulillah emak tak memakan mentah-mentah cerita itu, walau bulik, budhe, pak dhe sudah nangis enggak karuan mendengar berita itu. Beliau langsung menghadap pak lurah dan bertanya langsung. Terlebih emak mempunyai keyakinan bahwa aku tak akan melangkahi beliau. Mosok mau nikah gak bilang emak? Ih terlalu deh.

Ya begitulah.

Ini ngeblognya udahan dulu ya. (ngeblog pakek HP di perjalanan pulang dari menjenguk nenek)

Ini sudah mau nyampek rumah bos.

Eh malah udah sampek depan pintu.

Terimakasih kepada semuanya yang telah menyempatkan diri bertandang ke Babu Ngeblog. Terimakasih atas komentar-komentarnya. terimakasih atas e-mailnya. terimakasih atas apresiasinya.
Semoga bisa aktif ngeblog lagi, semoga bisa berbagi lagi.

Akan ada kejutan 2-3 bulan lagi. Kejutan untuk semuanya.
Tapi gak ngomong dulu deh, entar gak kejutan dong, hehehe...

Salam dan terimakasih.

Rie Blora/Rie Lestari/Rie Rie/Sri Lestari/SLI/Lestari/Tari/Rere
(yuuuhhhh...akeh men alias-e...lha itu nama pena gonta-ganti mulu, hehe...)

Membangun Republik Indonesia Bagian Hong Kong

$
0
0
foto berita di koran, fotonya Muntamah
Merah Putih bisa berkibar di mana saja, tak terkecuali di Hong Kong. Negara bekas jajahan Inggris ini tercatat memiliki 172.000 pekerja asal Indonesia yang bekerja di sektor dapur. Ya kalau bukan TKW, ya setidaknya KJRI-Hong Kong-lah yang mengibarkan Merah Putih di sana.

Terlebih menjelang hari panas begini, maka semakin banyak bendera berkibar. Ya hari panas bagi parpol yang mendadak peduli dengan Erwiana, Sutinah, dan Iyem-iyem yang lain (termasuk saya).

 Ya parpol itu sekarang lagi fasih-fasihnya menyanyikan lagu "Hero" daripada lagu "Kulihat Ibu Pertiwi":I can be your hero, baby.
I can kiss away the pain.

I will stand by you forever.

You can take my breath away.

Mereka mendadak menjadi proffesional singer setara Enrique Iglesias, menyanyikan politik umuk dan menjanjikan multiple orgasme. bah!

Iyalah, sejak awal September tahun lalu, di pojok-pojok Victori telah dimasuki bendera lain. Ada hijau dengan bintang-bintang yang mengelilingi peta Indonesia, ada juga burung Garuda yang sedang tertawa. Banner dijembreng di tempat mencolok, kaos disebar secara gratis. Bila perlu, jas juga gratis. Khan mentereng, ada TKW pakai jas parpol. Walau gak mudeng-mudeng amat dengan politik setidaknya dianggap ngertilah.
foto koran, fotonya Muntamah
Rekreasi ke tempat wisata secara gratis juga pernah diadakan. Buntutnya, rekreasi tersebut disponsori oleh sebuah parpol. Yang lebih heboh lagi, Rhoma Irama juga berhasil diseret ke Hong Kong untuk menarik ribuan TKW. Dan setelah ribuan TKW berkumpul, si parpol ini sesumbar bahwa ribuan TKW Hong Kong tersebut menghadiri pembukaan cabang partainya. Yaelah mas parpolll... mereka itu bukannya mau menghadiri acara pembukaan dan bla-blanya parpolmu, tapi mau lihat si Rhoma nyanyi. Kok ada parpol GR banget ya? Heran deh!

Ingar-bingar politik di Indonesia, pemilu, perebutan kursi hingga onani, maaf, orasi di pinggir jalan sampai blusukan yang tidak pernah dilakukan sebelumnya dan yang kini terpaksa dijalankan untuk mencari simpati TKW-HK adalah pengulangan sejarah perpolitikan Indonesia. Lima tahun yang lalu juga gitu. Kasus TKW yang mencuat saat hampir pemilu menjadi heboh. Para poliTIKUS mendadak mebar keprihatinan yang mendalam. Lhah sebelum ini ke elo di mana, Bung? 

Suatu pengulangan kebodohan politik yang entah dikarenakan kurang sadarnya masyarakat (enggak hanya TKW lho)  atau karena kepandaian penguasa yang mampu memutarbaliktengkurapterlentangkan situasi demi keuntungan pribadi.

Hari ini, 30 Maret 2014 akan diadakan Pileg di Hong Kong. Pileg yang dipercepat dari pileg di Indonesia (dan dapil luar negeri) dengan alasan cuaca di Hong Kong yang memburuk terkait prakiraan badai taifun ini adalah pileg pertama yang diadakan di tempat terbuka yaitu di lapangan Victoria Park pada hari Minggu.

Mungkin ini diadakan selain untuk menarik banyak pencoblos juga untuk menjajal kepiawaian KJRI dengan konjen anyarnya. Hal ini saya salut atas kinerja KJR-HK yang membaik.

Telah banyak fakta yang melenceng jauh dari janji para (katanya) pahlawan praja. Entah karena mereka telah dengan suksesnya mengubah kita menjadi gedibal yang bodoh ataupun mereka yang membodohkan diri sendiri. Keduanya adalah sangat mungkin. Maka kalau kawan (kawan-kawan di Hong Kong) mau memilih, mari memilih yang salah. Ini bukan apatis terhadap masa depan bangsa, tapi kalau tak satupun dari caleg memenuhi kriteriamu, pastikan untuk menghanguskan hak pilihmu untuk mengurangi pencurangan. Apa sih yang gak mungkin di perpolitikan Indonesia? Bisa jadi angka 172 ribu TKW di-mark up untuk nyoblos anu atau itu.


*semoga entar malem bisa diperpanjang umuk saya ini. Bos sudah bangun...


Demi Jokowi Gak Jadi Golput, Tapi...

$
0
0
"Mbak Rieee!" teriak temanku di ujung sana, wajahnya serius.

Aku menghentikan langkahku dan meletakkan tas jinjing dan beban berat di punggungku serta merta. Ya, tas punggung ini memang berat sekali hari itu, karena kebetulan banyak pesanan baju dan aksesoris dan mesin jahit yang mau diambil (aku jualan juga di Hong Kong). Dan aku tahu dengan gelagat seperti itu, dengan berita yang sepertinya penting yang dibawa kawanku itu, tentu akan memakan sedikit waktu untuk ngobrol.

"Mbak Rie, Jokowi mana?" tanyanya setengah berteriak padahal sudah berada tepat di depanku.

"Ha?" aku bengong.

"Enggak ada Jokowi, Mbak. Aku sudah bela-belain antri. Aku sudah bela-belain gak nonton GIGI (hari itu ada konser band GIGI, acaranya salah satu simcard provider di Hong Kong). Niatku pengin nyoblos Jokowi. Kok Jokowi gak ada. Katanya Jokowi nyapres?" tanyanya menyerbuku.

"Lha sing bilang nek hari ini pemilihan presiden siapa?" tanyaku.

"Ya khan Pemilu," jawabnya.

"Pemilu khan enggak cuma pilpres, cah ayu. Gak cuma pemilihan presiden. Hari ini Pemilu Legislatif. Yang Pemilihan Presidennya masih lama, sayang," jelasku.

"Gitu ya? Itu tadi banyak kepala. Mana aku gak kenal lagi. Wajah-wajahnya asing. Ada wajah lama juga aku gak suka. Trus aku harus milih siapa?" katanya.

"Lha kamu tadi milih siapa?" aku berbalik bertanya.

"Enggak tahu. Enggak milih. Kertas tak buka trus aku bingung. Trus aku nyoblos logo partainya aja," jawabnya.

"Ya udah. Wong wis kadung kok. Lain kali kalau niatnya mau ikut, ya harus nyari tahu dulu, itu Pemilu apa. Nyari info sebanyak-banyaknya, kenali tokoh-tokohnya, kenali partainya.  Koran gratis juga banyak ditulis beritanya kok. Tuh HP keren buat browsing khan bisa. Kalau buat FB sama whatsapp dan skype doang, mending hibahkan saja ke aku, biar bisa aku buat ngeblog," kataku.

"Yee...," katanya sambil menyablek tanganku.
"Kecewa berat, Mbak. Aku nggak jadi golput karena Jokowi. Wong gak ada sosialisasi lho. Mending tadi nonton GIGI," katanya jengkel.

"Ada sosialisasi kok, itu di koran. Tanggal 9 Maret lalu juga ada pemaparan Pemilu dari Kominfo dan Bawaslu, tapi woro-woronya di FB tanggal 4 Maret, acaranya tanggal 9 Maret. Ada 50 orang tuh yang ikut," jawabku.

"Yeee...sama aja bo'ong,"

Percakapan berlanjut dengan menanyakan ini dan anu dan itu lalu dengan sedikit basa-basi aku pamit untuk melanjutkan perjalananku mengantarkan barang pesanan. Lalu baru beberapa langkah ada suara lagi mengejutkanku.

"Mbak Rieeee..!"

"Aku pengin marah," katanya setelah berada di depanku dengan nafas terengah-tengah dan buah dada naik turun.

"Aku tak pergi aja nek gitu. Wong arep nesu kok nyari aku," kataku gemas.

"Enggak nyari, kebetulan ketemu gini kok. Nyoblos gak, Mbak?" tanyanya.
"Aku tadi nyoblos, aku gak kenal mereka (nama-nama di daftar pemilu). Trus aku bilang sama pengawasnya: "Pak, gak ada yang saya kenal". Trus tahu nggak jawaban pengawas TPS itu?" katanya cuepet banget seperti MTR Express jurusan airport HK.

"Enggak," jawabku cuek.

"Yaelah mbak, itu pengawas dari KJRI ngomong gini: "Kalau mbak enggak kenal mereka, ya lihat saja wajahnya. Lhah kalau ada wajah yang paling cakep yang mbak suka, ya pilih saja dia."
Gitu katanya. Njengkelin nggak tuh orang?" jelas temenku ini dengan wajah geregetan.

"Trus ada yang kamu suka enggak?"

"Ya enggaklah,"

"Trus dirimu nyoblos apa?"

"Enggak tahu,"

"Kenapa sih pada males nyari info dulu sebelum mau ikutan pemilu?"

"Ya mana aku tahu (dipikir pilpress bukan pileg), Mbak," jawabnya.

"Nggak tahu ya tanya, cari info. Lha kamu punya mbakyu sepinter aku ya gak pernah tanya. Tanyanya cuma kalau lagi mentok pas punya masalah majikan, pas punya masalah sama pacar. Pas mau beli make up atau baju. Huh," kataku.

"Lha mbak Rie nggak ngasih tahu! Sekarang pelit info. Nulis kek di wall FB, nulis kek di opini koran, nulis kek di blog. Sekarang jualan mulu, jarang ngasih-ngasih info kayak dulu, sebel!"

Lho kok? Kok aku yang disalahin ya?


******

Hari itu tgl 30 Maret 2014. di Hong Kong sedang diadakan Pemilu Legislatif.
TKW-Hong Kong (HK) masih banyak yang belum mengetahui apa bedanya Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden. Umum yang mereka tahu kalau Pemilu itu ya milih presiden. Berhubung jagoan yang menjadi media darling dan kerap menjadi obrolan karena blusukannya telah memproklamirkan diri nyapres di pilpres tahun ini, maka kebanyakan (yang mengira bahwa pemilu itu ya cuma pilpres) akan datang ke TPS yang berada di Victoria Park, Causeway Bay, HK untuk nyoblos kepalanya Jokowi.

Tak banyak yang berpartisipasi dalam Pileg kemarin, hanya sekitar 6.000 peserta dari total TKW-HK yang lebih dari 152.000 orang. Itupun sudah tergolong meningkat dibanding lima tahun yang lalu.

Bagi yang mengetahui bahwa Pileg itu bukan untuk memilih presiden, tentu akan menunggu Pilpres untuk memberikan suaranya. Kebanyakan TKW-HK di sini mempunyai pendapat bahwa mereka yang berada di DPR tak mampu menyampaikan suara TKW bahkan terkesan masa bodoh dengan TKW.


21 ton kertas suara yang terkirim ke HK

Ketika Satu Persatu Pergi

$
0
0
Dua bulan setelah kepulangan/cutiku di tahun 2009, simbah (emak dari emak kandungku) meninggal. Wanita yang terkenal dengan sambel pecel dan kemandiriannya ini meninggalkan banyak kenangan indah bagiku dan aku tak sempat membalas semua itu, bahkan untuk duduk berlama-lama dengannya saja aku tidak bisa.

Dua tahun kemudian (2011) bapak menyusul simbah. Hanya sebulan sebelum kepulanganku cuti. Satu-satunya baju baru, batik sutra hijau yang aku pilih berhari-hari lamanya pun belum sempat dipakainya.

Lalu kemarin, 28 Mei 2014, pukul 2. 32 PM waktu HK (1.32 PM WIB), sebuah kabar terkirim lewat sms, simbah (emak dari simbok yang membesarkanku) telah meninggal. Innalillahi wa innailaihi rojiun.

Do you know how I feel?

Kosong.

Tak ada air mata sedikitpun hingga saat aku menyempatkan diri menulis ini. Kepergian simbah bukannya tidak menyedihkanku, bukan. Bagaimanapun dari ada kemudian tidak ada, tentu sebuah perubahan besar bagiku, bagi keluargaku. Kendati hal itu (meninggal) sudah bisa kami rasa dalam bulan-bulan terakhir ini. Beliau yang sudah sakit-sakitan berbulan-bulan lamanya (bahkan setahun lebih), beliau dengan umur hampir 100 tahun itu, beliau yang sedari aku kecil sampai dengan dewasa dan setengah tuwa ini tidak bisa melihat wajahku (karena buta), -memang mungkin sudah waktunya. Kami mengikhlaskannya bila masa itu tiba, termasuk kemarin.

Kendati demikian, kabar tentang kepergian simbah mengagetkan aku, menyadarkan aku bahwa satu persatu dari orang-orang yang amat berarti bagiku pergi tanpa aku bisa melihatnya.

Aku merasa kosong, hampa dan ketakutan baru tiba-tiba menghantuiku.

Aku mempunyai emak (kandung) dan simbok (yang membesarkanku) yang adalah orang terdekat dan amat berarti bagiku. Dan aku benar-benar takut bila...

Kontrak kerjaku akan berakhir pada pertengahan Juni tahun depan dan itulah rencana final exit-ku dari Hong Kong. Tinggal satu tahun lagi, sedang aku tak tahu akan bagaimana dalam satu tahun kedepan

Is it worth it? 

Or 

Should I just go home?



*kenapa pula aku harus menuliskan ini di blogku?





Saat Mister Ruhut Mendua

$
0
0
foto dari sini
Adalah seorang "dagelan politik" yang banyak dibenci publik sekaligus ditunggu-tunggu kehadirannya yang tak lain adalah Ruhut Sitompul yang membuat saya korupsi waktu istirahat saya untuk mengutik-utik blog dan menuliskan ini. 

Lelaki yang tidak akan pernah dimasukkan dalam kategori "lelaki STw macho" (STW=Setengah TuWa) ini emang kontroversial sekali. Lalu maaf, kenapa saya menyebut beliau dengan sebutan "dagelan politik"? Karena lelaki kelahiran Medan ini setiap muncul pasti mengeluarkan statemen atau opini yang nyleneh, ya kalau enggak nyleneh ya nyaris gila lah. Sebenarnya enggak beda jauh dengan pemilik blog ini sih (lho?), cuma mungkin kadar kepekatannya (gilanya) beda. OMG!

Dan adalah sebuah berita di sini dan di beberapa media online lainnya yang memberitakan bahwa tokoh media darling abu-abu yang satu ini memberikan dukungannya kepada pasangan capres nomor urut 2, Jokowi-Kalla. What???

Jadi orang yang selama ini memusuhi Jokowi mati-matian ini mendukung Jokowi?

Iya.

so what gitu loh?

Wah, kalau begini saya harus mengakui bahwa Ruhut adalah politikus yang kompeten. Pertama, beliau konsisten berperan sebagai "dagelan politik". Kedua, beliau bisa menerawang calon bos baru yang (menurutnya) baik dan prospektif. Sekaligus ketiga, beliau masih bisa loyal terhadap calon ex bosnya.

Tidak mudah untuk konsisten. Contohnya ya seperti saya sendiri. Kawan-kawan karib saya menunggu postingan saya di babungeblog atau share opini dan cerita lucu saya di FB, namun saya tak sanggup. Malah blog hiatus dan FB non aktif. Bahkan untuk sekedar meluangkan waktu satu jam untuk BW saja sedemikian berat, apalagi untuk posting. Padahal dulu getol banget mengkritisi sesuatu. Dan kalau lelaki yang pada 24 Maret lalu genap berumur nem jinah alias 60 tahun ini sanggup untuk konsisten menjadi -ya itu tadi seperti yang saya sebutkan tadi- itu adalah sebuah prestasi yang seharusnya diapresiasi. Jadi, mari bertepuk tangan sejenak untuk Mister Ruhut.

"Plok! plok! plok..!" (applause)

Oke, setelah tepuk tangan tadi selesai mari menilik SBY. Presiden dua putaran yang adalah (calon ex) bos dari Ruhut tak lama lagi akan lengser dan akan digantikan oleh entah pasangan Prabowo-Hatta atau JKW-Kalla. Ya pokoknya kalau enggak satu ya dua, gitu. Dan Ruhut yang mempunyai ilmu kebatinan yang dalam ini yakin bahwa "mister blusukan" akan menang. Sehingga (calon ex bos) SBY yang akan turun tahta ini sudah ada gambaran replacement-nya untuk kesinambungan apapun namanya itu. Dan bukankah with new employer we have to adjust ourself so that we can keep our job? (lihat sini) Jadi enggak usah ada istilah malu kalau dari anti pati menjadi cinta mati. Toh enggak cuma Ruhut yang berbuat demikian, iya to? Dulu partai-partai yang pada pileg Maret-April lalu saling berlomba memenangkan suara, toh akhirnya juga harus berbaik-baik kemudian berkoalisi. Saya baru sadar bahwa politik itu seperti kolor. Tarik ulur, memanjang lalu mengkerut kembali. Ya semoga saja tidak mengendur karena lupa akan apa sebenarnya tugas menjadi kolor itu.

Betapa pandainya Ruhut karena bisa mencari bos baru tanpa memecat bos lama, dia masih bisa loyal terhadap SBY. Keberpihakannya pada JKW-Kalla yang "katanya" dikarenakan kecewa pada Prabowo yang pada debat capres kedua lalu menyebut bocor sepuluh kali dan juga karena tagline "Indonesia Hebat" yang diusung capres-cawapres nomer urut dua itu seolah sebagai bukti kesetiaannya pada SBY. Saat 95% petinggi-petinggi partai berlambang mercedes  memberikan hatinya pada Prabowo, dia memberikan spermanya pada JKW. Ya meski spermanya nanti mandul, tidak berpengaruh apapun, toh tak ada yang dirugikan. Ruhut tetap Ruhut dengan gaya bicaranya yang seperti itu. Kalaupun dia kelepasan omong atau asal njeplak, itu tak akan mempengaruhi JKW-JK ataupun PDI-P. Ya, semua orang tahu kalau Ruhut itu ya..ya wis kaya ngono kuwi lah.

Indonesia saat ini sedang gonjang-ganjing karena semangat dukung-mendukung yang sumuk. Sumuk, gerah karena orang-orang mendadak menjadi irrasional dalam memberikan dukungan kepada jagonya masing-masing. Ruhut bukan pengecualian. Pastilah dia ikutan sumuk demi untuk menunjukkan bahwa dia mendukung salam dua jari.

Tapi ada yang mendadak membuat saya ngakak. Ruhut itu kok seperti Datuk Maringgih dalam Novel Siti Nurbaya ya? Tokoh antagonis yang di akhir cerita dihormati karena ikut berjuang demi tanah air. Lalu akankah Anis Baswedan berpelukan dengan Ruhut? Hehehe...

So Mister Ruhut, selamat mendua!
 

-----------------------------------------








Disclaimer: saya belum menjatuhkan pilihan saya pada capres-cawapres manapun, bukan pula berniat untuk golput. Tulisan ini saya buat tanpa niatan untuk menjatuhkan pasangan tertentu tetapi lebih untuk pembelajaran diri saya sendiri untuk mengenal lebih (dalam) tentang capres-cawapres tersebut. Mungkin saat ini saya menyentil Ruhut, bisa jadi besok giliran Jokowi lalu lusa giliran Prabowo. Semua capres tak ada yang sempurna, pun saya tidak sedang mencari yang sempurna tapi lebih melihat kecondongan atau keberpihakan capres-cawapres terhadap saya, kami, yang adalah WNI dari komunitas babu ekspor. Postingan-postingan ini dan selanjutnya (yang berhubungan dengan pilpres) sekaligus untuk memberi kritik, pertanyaan dan harapan pada capres-cawapres (nek diwaca lho).




Tak Netral, Ada Apa dengan SBY?

$
0
0
Pada awalnya saya merasa salut untuk yang pertama kalinya kepada SBY. Pasalnya SBY bersikap netral terhadap pasangan capres-cawapres. Dia tidak memihak. Tidakpun ada indikasi dia untuk memihak, kendati itu bukan mustahil. Apalah yang tak mungkin di dunia politik? Lha udang busuk saja bisa dibuat menjadi trasi kok.

Hingga ada kabar ini, bahwa SBY menyatakan dukungannya terhadap pasangan capres-cawapres nomer urut satu. Lalu DPP Partai Demokrat (yang kendali penuhnya dipegang oleh SBY) memutuskan dan menginstruksikan seluruh pengurus DPP, DPD, DPC, kader-kader Demokrat, seluruh simpatisan, serta sayap organisasi Partai Demokrat, untuk mendukung Prabowo-Hatta. What the hell is going on here, Mister Presiden?

Selagi sedang berhalangan berpuasa, biarlah saya keluarkan uneg-uneg kepala saya.

Century dan Hambalang adalah dua kasus never ending yang mungkin akan menjadi bumerang bagi SBY dan keluarga bila Jokowi menang. Pasalnya capres nomer urut dua ini berkomitmen untuk memperkuat KPK dan memberantas korupsi. Kasus Akil Mochtar, yang divonis penjara seumur hidup, bukankah sebuah tanda menguatnya KPK? Lha kalau diperkuat lagi bagaimana?

Sedang capres nomer urut satu dengan Hatta Rajasa sebagai cawapresnya mungkin bisa dijadikan sebagai tameng. Toh, terbukti hukum itu tumpul ke atas pada anak Hatta Rajasa. Sedang persepsi dan indikasi tentang keterlibatan Prabowo dalam isu HAM saja tak ada gaungnya. Hanya gema saja, gema dari opini publik yang digiring ke situ, tak ada itikad pengusutan. 1998-2014 bukan waktu yang singkat kalau benar-benar mau mengusut, nyatanya tidak.

So, welcome to the safe landing, Mister Presiden.
 
Kalau ada kubu yang menyatakan kuatnya JOkowi effect ditentang dengan pernyataan Jokowi effect itu hanya pepesan kosong, mungkin inilah salah satu pembuktiannya. Dukungan Demokrat ke capres pertama menambah barisan elite di kubu garuda merah. Sedang di seberang sana, di kubu Revolusi mental, berkumpul barisan enggak elite-elite amat, orang kampung, seniman jalanan, anak-anak muda dan sebagainya. 

Ini menarik sekali. Berubahnya pikiran SBY tentu didasari pada banyak fakta, survey salah satunya. Kalau dalam survey yang dipercaya oleh SBY tersebut menyatakan kemungkinan kemenangan capres nomer urut satu ya amanlah. Soalnya kalau capres nomer dua kalah toh sudah biasa, ya kan? Tahun 2004 dulu contohnya. Toh aman-aman saja khan? Megawati gagal nyapres toh tidak ada huru-hara kan?

Pertanyaan saya sekarang: "How are you, Mister Ruhut Sitompul?"


Srinthil 9: Saat Srinthil Debat Capres

$
0
0
 Saat ini, di depan kami kawan-kawan akrab kami saling berteriak adu lantang. Otot-otot leher mereka menjelantir tegang, mata-mata mereka membulat. Bahkan saat berdebat mereka sambil menggerak-gerakkan tangan dengan kasar. Merasa tak tahu apa yang sedang terjadi aku memilih diam barang sejenak.

Aku dan Srinthil terpaksa berhenti demi mendengar perdebatan itu. Padahal saat setengah jam yang lalu saat kami tinggalkan mereka untuk membeli Mie ayam dari warung lesehan pinggir Victory mereka rukun-rukun saja lho.  Lhah ini menjelang buka puasa kok sudah perang? Coba kalau dilihat sama Amien Rais, pasti dikira perang Badar deh.

Merasa nggak ngerti apa yang mereka perdebatkan membuat kami diam sejenak mendengarkan. Ketika suara itu menjadi satu persatu yang bicara bukan lagi adu cepat seperti tadi, barulah kami mengerti ke arah mana perdebatan mereka itu.

"Lha emang NKRI mau jadi Negara Kartu Republik Indonesia? Apa-apa kok solusinya kartu. Entar banjir juga solusinya pakek kartu? Mikir dong mikir!" kata Anez.

"Iya. Ih! Alergi aku sama kartu! Entar itu KTKLN (Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri=kartu identitas TKI yang cara membuatnya belibet) bukannya dihilangin malah digedhein, malah tambah nyusahin. Mana pencipta KTKLN (Jumhur) di sono pula! Enggak deh! Ngeri membayangkan rempongnya bikin KTKLN," ujar Miya sambil bergidik.

"Lagian kata Mister Blusukan lucu, bilang kalo  KJRI harus punya data TKI. Itu mah udah dari dulu, lha khan itu kewajiban KJRI, iya tho? KJRI ada sistem online, khan? Apa nggak sama aja tuh? Beda nama aja. Dari tahun lalu koar-koar sistem online tapi nyatanya apa coba? Orang pendataan pemilu aja ancur gini. Mosok aku milih lewat surat, dikirimin undangan. Mana bisa? Coblosannya jam 12 sampai jam 2 lagi. Khan itu jatahnya ikut seminar wirausaha. Rugi dong bokap guwe kehilangan satu suara," teriak Suzy.

"Eh, elu pikir bokap elu doang? Bapakku juga rugi tau!  Banyak yang pengin nyoblos tapi gak jadi karena gak dapet undangan dan pas gak libur," sergah Ellya

"Iya, samalah. Mangkanya, kalau pak Jokowi menang sistemnya akan diperbaiki," kata Chamid takut-takut.

"Dipikir-pikir bokap macanmu itu lucu. Lupa gak pakek laurier wings ya? Bocoor...bocoor...! Kalau kekayaan negara itu bocor, nanganinya gimana? Njelasin gitu aja ngambang, gak jelas. Semua juga tahu kalau babu ekspor itu terpaksa ke luar negeri karena ekonomi. Lhah sementara ekonomi masih diperbaiki trus suruh gimana? Apa solusinya? Gak usah jadi TKW? Trus nunggu ekonomi membaik berapa lama? Trus adikku mau sekolah pakek apa?" Hindun berkata sambil membanting-banting handuknya yang baunya semerti rendaman cucian yang udah tujuh hari.

"Pakek Kartu Indonesia Pintar dong, bukan pakek bocor," jawab Ellya sambil tersenyum sinis.

O...rupanya itu. Aku baru ngerti bahwa mereka sedang menperdebatkan capres-capres andalan mereka. Tapi...lagi? Ini sudah yang keberapa? Masak tiap kali ketemu jadi kayak YKS gini, rame tapi enggak jelas. Padahal mereka khan berkawan baik. Masak cuma gara-gara capres trus tiap ketemu -enggak di FB enggak ketemuan langsung- trus berantem gini? OMG banget deh.

"Eh, kalian tuh udahan belum? Kalau masih mau berantem, sono! Biar mie ayam dan soto nih aku habisin sama Srint," kataku sewot.

"Lha kita enggak berantem mbak Ri, cuma debat aja," kata Ellya sambil mengambil semangkuk mie ayam.

"Eh, udah waktunya buka lho. Udah jam 7.15," kata Srinthil sambil membagi-bagikan makanan dan minuman.

"Allahumma laka sumtu wa bika aamantu wa ‘alaa rizqika afthartu birahmatika ya arhamarrohimin,"doa kami bersama-sama.

Akhirnya hening. Semua menikmati makanan sambil foto-foto. Ya ini mungkin sudah jadi lifestyle TKW-Hong Kong, sebelum makan foto dulu pakek kamera 360 trus diposting di FB. Habis itu lanjut makan.

Dua mangkok mie ayam, dua mangkok soto ayam, dua mangkok bakso dan dua porsi nasi campur dinikmati bersama. Bau-bau harum makanan yang sama tercium di segala penjuru Victoria Park malam itu. Sebenernya aku sih kepingin makan mie ayam, tapi karena udah keduluan sama Anez, ya udah. Walau Anez bukan muslim tapi dia setia kawan banget, enggak makan dan minum di depan kami. Bahkan Anez tadi yang membelikan semangka dan melon untuk buka bersama.

"Eekkk...alhamdulillah," Hindun bersendawa.

"Makan nikmat kayak gini jadi meyakinkan aku untuk bikin warteg nanti. Tapi modalnya dah berkurang karena ngawinin adik kemarin. Hhhh...," desah Hindun.

"Tenang aja, kalau bokap gue menang, beliau bakal memberikan pinjaman dana buat TKI purna untuk modal usaha," kata Anez tegas.

Duh, alamat mulai lagi nih adu mulutnya, pikirku.

"Lha itu bukannya program KUR (Kredit Usaha Rakyat yang dikhususkan untuk TKI purna)? Lagian ngasih pinjaman disertai ngajarin gimana caranya buka usaha nggak? Kalau enggak ya sama aja bo'ong. Ntar ujung-ujungnya TKI purna-nya yang kejeblos utang,"

"Makanya visi misi itu yang jelas dan detil kayak punyanya pak Jokowi yang 41 lembar. Mosok cuma tujuh lembar, mau jelas gimana? Mau detil gimana? Melindungi buruh itu tugas negara, pengiriman TKI nanti harus G to G (Goverment to Goverment=pengiriman tenaga kerja lewat pemerintah bukan PJTKIS), itu cocok banget,"

"G to G, iya bener banget. PDIP khan emang paling pinter kalo berhubungan dengan Cina,  negara komonis itu. Ya iyalah khan Jokowi juga penganut paham Komunis," tuduh Suzy serta merta.

"Eh kamu kalo ngomong jangan asal njeplak ya. Daripada bokap lo yang pembunuh, ketambahan pula Hatta Rajasa yang kebal hukum, mau jadi sepasang Hitler?" kata Hindun.

"Eh, daripada bapak lu yang tampang o'on gitu. mending nyokap guwe yang ganteng dan gagah," Miya membela diri.

"Ya mendinglah, itu wajah kerakyatan bukan ke-elit-elitan. Daripada jombloman gitu, suruh sono buat kebijakan buat jomblowers. French kiss sono sama kuda," gertak Ellya.

Perdebatan itu jadi nggak menentu. Hatiku bergemuruh melihat kawan-kawan karibku bersitegang seperti itu. Buku, tas, payung, sandal sudah bertebaran kemana-mana karena dijadikan alat peraga debat yang semakin ngawur. Kalau aku tak turun tangan pasti sebentar lagi ada adegan jambak-jambakan dan jotos-jotosan di tengah Victoria Park ini.

"Stop! Stop! Sudah! Sudah! Berhentiii...!" teriakku di atas angin. Seketika semua diam kaget karena suaraku yang meninggi tak seperti biasanya. Srinthil memegangi pundakku, entah mau meredam amarahku entah takut.

"Kalian debat di awal tadi masih wajar, tapi makin ke sini makin ngawur. Mau jadi tukang fitnah ya kalian?" bentakku.

"Kalian ini, mau milih presiden aja debatnya nglebihi waktu milih calon suami. Malu tau! Kalau kalian sudah menetapkan pilihan, ya mantabkanlah hati. Cari kebaikan pilihan kalian sebanyak-banyaknya. Kenali lebih dalam lagi. Bukan saling serang kayak politikus gila gini," kataku.

"Aku tahu ini pilihan yang berat. Seperti taruhan lima tahun ke depan. Makanya udah tahu kalau kita sedang gambling mbok ya fokus melihat potensi kalah yang enggak bikin bangkrut banget atau menang walau enggak seberapa. Ya, aku setuju bahwa kita akan mendukung calon pilihan kita. Tapi enggak usah over dosislah ndukungnya. Buktikan dukungan kalian pada 6 Juli nanti. Dengan cara nyoblos, milih. Kalian sekarang adu pendapat gini tanpa nyoblos ya percuma," kataku lagi.

Chamid, Srinthil, Hindun, Anez, Miya, Ellya tertunduk sedang Suzy yang merasa aku sindir, tertunduk lebih dalam lagi. 

"Kita ini berkawan selamanya atau mau bubar karena copras-capres ini?" tanyaku

"Selamanya, Mbak," jawab mereka kompak.

Kami berdelapan saling bersalaman, meminta maaf. Lalu berangkulan dan duduk melingkar lebih rapat lagi. Akhirnya kami berdelapan setuju untuk deklarasi damai. Bahwa tidak akan ada lagi saling gontok-gontokan dan tukar padu atau saling menjatuhkan capres. Bahwa kami akan lebih fokus kepada rekam jejak dan kebaikan capres pilihan masing-masing. Bahwa kami akan mendukung siapapun capres terpilih nantinya.

Malam merangkak, sudah saatnya kami kembali ke rumah majikan masing-masing, untuk menjadi peran pembantu di lakon film Kungyan-Lopan (Pembantu & Majikan) dengan kontrak shooting dua tahunan.

Rombongan kecil kami bubar ketika waktu menunjukkan pukul delapan malam.



--------------------------------------------------------------------


Cerbung ini fiktif namun berdasarkan kejadian nyata. Fenomena seperti dalam cerbung ini  terjadi di Hong Kong. Kawan akrab bersitegang lantaran capres pilihannya.
Srinthil dan kawan-kawan menggambarkan TKW Hong Kong, pendukung capres-cawapres.
Kegelisahan untuk memutuskan Prabowo atau Jokowi juga didasari seperti hal di atas: ketakutan akan KTKLN, ketakutan saat menjadi menjadi TKI Purna, mosi tidak percaya pada capres akan perlindungan macam apa yang ditawarkan pada TKI/W, juga ketakutan saat nanti menjadi purna -saat kesehatan, pendidikan dan pangan menjadi momok atau hal yang membebani bagi orang kebanyakan.




Coblosan di Hong Kong

$
0
0
Tgl 6 Juli.
Langit sebentar terang sebentar mendung, sumuk, gerah. Tapi wajah-wajah kawan-kawan sebangsaku yang kujumpai di Victoria Park demikian semringah. Peluh pating dlewer mendelete sapuan bedak di wajah namun semangat mereka untuk menuju satu titik, jantung Victory, membuncah.

Aktivitas di lapangan rumput Victoria Park dimulai sejak pagi-pagi sekali. Tenda-tenda didirikan, spanduk dijembreng dari pohon ke pohon. Para petugas lalu lalang mempersiapkan apa yang sudah menjadi rencana besar hari ini. Yes, today is Coblosan Day. Hari ini adalah saatnya TKW-Hong Kong memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden ketujuh Indonesia.

Bahkan sebelum jadwal coblosan ini dilaksanakan beberapa kawan sudah berbaris antri di depan pintu masuk. Pilpres yang dijadwalkan dimulai pada pukul 9 pagi dan berakhir pada pukul 5 sore itu memakan tempat seluruh lapangan rumput Victoria Park yang seluas lapangan sepak bola jejer tiga.

13 TPS dengan enam bilik pada masing-masing TPS itu dibanjiri kurang lebih 32.000 TKW-HK yang antusias mengikuti pemilu kali ini (pada pileg hanya sekitar 6.0000 orang yang berpartisipasi).

Keantusiasan kawan-kawan ini juga disebabkan jadwal coblosan yang jatuh pada hari Minggu, hari liburnya TKW (kebanyakan liburnya hari Minggu, namun ada juga yang libur pada hari lain). Selain itu, tak bisa dipungkiri bahwa magnet dari pilpres kali ini ada pada capres nomer urut dua.  Visi misi capres asal Solo untuk TKI/W dinilai lebih realis dan solutif ketimbang capres nomer urut pertama. Selain itu kebanyakan TKW-HK yang tak lepas dari gadget HP android dengan fasilitas internet yang tergolong murah dan unlimited ini memudahkan TKW-HK untuk berselancar di dunia maya untuk mencari tahu tentang berita dan hal ihwal capres-cawapres. Streaming debat capres dan video-video yang telah diunggah di youtube menjadi referensi penting bagi kami.

KJRI dan PPLN Hong Kong yang bertanggung jawab penuh dalam pelaksanaan pilpres di Hong Kong ini pun menuai banyak kritikan. Dari 158.000 TKW di Hong Kong ternyata ada banyak sekali  yang tidak mendapatkan surat konfirmasi pilpres.

Surat konfirmasi pilpres ini dikirim kepada TKW-HK ke rumah majikannya masing-masing dua minggu sebelum pilpres. Setelah mendapatkan surat konfirmasi pilpres, calon pemilih diberikan dua opsi untuk memberikan suara lewat pos atau memilih langsung di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Bagi yang memutuskan untuk memberikan suara lewat pos maka surat konfirmasi itu diharuskan untuk dikirim balik ke KJRI untuk kemudian KJRI mengirim Surat Suara yang bisa dicoblos langsung oleh pemilih di rumah (rumah majikan) kemudian dikembalikan lagi ke KJRI lewat pos. Sedang bagi yang memilih untuk memberikan suara di TPS, tidak perlu mengirim balik surat konfirmasi tapi nanti akan dikirimi surat undangan mencoblos dengan barcode (untuk screening data) yang bertuliskan nama, nomer TPS dan waktu pencoblosan.

Di Hong Kong, ada pengecualian bagi TKW yang tak terdaftar dan tak mendapatkan surat konfirmasi, mereka tetap mempunyai kesempatan untuk memberikan suara secara langsung dengan cara mendatangi TPS dan menunjukkan KTP Hong Kong. Pendataan akan dilakukan secara manual dan komputer di TPS.

Kesemrawutan berlanjut dengan banyak yang mengirimkan surat balasan dan menyatakan kesediaannya untuk memberikan suara lewat pos (karena tidak libur di hari pencoblosan) tetapi malah mendapatkan surat undangan untuk memilih langsung di TPS. Ini menjadi kekecewaan yang besar karena mereka merasa dipaksa golput karena gagal nyoblos.

Malah pada hari H pemungutan suara tadi tak ada kontrol. Di pintu masuk menuju 13 TPS itu waktu pencoblosan (yang berbeda) yang tertera di surat undangan itu diabaikan oleh pemilih dan PPLN. Petugas malah menyilakan pemilih dengan jadwal waktu pencoblosan kapanpun bisa masuk. Teruknya, tidak ada pemisahan antara calon pemilih yang sudah mempunyai surat undangan dengan calon pemilih yang belum terdaftar.Sehingga ini memperlambat proses pendataan baru dan pendataan ulang. Pintu masuk dipecah menjadi dua saat banyak protes dan masukan diteriakkan oleh kawan-kawan kepada petugas, itu pun baru sekitar pukul 11.30 AM.

Parahnya, pilpres itu berakhir dengan demonstrasi yang boleh saya bilang aneh. Beberapa kawan-kawan yang melihat antrian mengular itu memilih menepi hingga terik matahari dirasa tak begitu menyengat dan panjangnya antrian menyurut. Namun ternyata antrian tersebut tak menyurut hingga waktu coblosan hampir selesai.

15 menit sebelum coblosan selesai petugas PPLN lewat pengeras suara mengumumkan bahwa pilpres akan selesai (pilpres selesai pukul 5 sesuai jadwal & ijin dari pihak Victoria Park). Kondisi pintu masuk menyepi namun tepat pukul 5 sore depan pintu masuk digrudug oleh banyak kawan-kawan yang tadinya berteduh yang ingin mengikuti pilpres. Setelah protes dan debat yang alot dan pertimbangan dari KJRI, PPLN dan Bawaslu akhirnya mereka berinisiatif untuk memberi kesempatan nyoblos 20 menit lagi. Setelah 20 menit, tiba-tiba datang lagi banyak kawan, sekitar 40-70an orang (lihat video di bawah) yang mau nyoblos. Lalu karena diberitahu bahwa TPS tutup mereka bersama mbak-mbak yang lain yang ada di sekitar TPS, mendadak protes untuk dibukakan pintu masuk untuk menunaikan haknya memberikan suara. Dan lagi, protes itu terjadi.

Ya kalau di Indonesia mah nyoblos sampai malem biasa aja khan di rumah sendiri. Lha ini di negara orang yang waktu sewa tempatnya ada aturannya. Sebenarnya kalau mau itung-itungan siapa yang salah, jujur saja:
1. Salah pemilih yang takut matahari dan tidak on time.
2. Salah PPLN Hong Kong karena ngasih surat undangan pada yang mau nyoblos lewat pos.
3. Salah TPS-nya yang kurang banyak. TPS-nya tuh seharusnya 40-50 buah dengan petugas bagian konfirmasi surat undangan sebanyak bilik suara di TPS itu. Coba bayangkan saja, di desa saja satu RWada  satu TPS. Satu RW berapa jiwa sih? Di sini 158.000 orang lho. Taruhlah yang mengikuti coblosan cuma sepertiganya saja, 13 TPS cukupkah?

Banyak yang mengeluh dan menyesalkan tidak memilih nyoblos lewat pos sehingga gagal menggunakan hak pilihnya.

*JKW kehilangan banyak suara karena ini, hehe...

Berikut foto-foto Pilpres di Hong Kong (tapi maaf, foto yang pada protes itu tidak punya karena kamera sudah habis batreinya):

menuju lokasi pilpres
menuju lapangan rumput


sebelum pintu masuk, pukul 11.30AM
sebelum Pintu masuk 12.45 PM

di depan pintu masuk @ 1 PM

jam 3 sore

jam 3 sore
aku tadi di TPS 9

pendataan bagi pemilih dengan surat undangan
menunjukkan bahwa surat suara masih baru, tidak cacat

memasukkan suara


Pendataan bagi pemilih tanpa surat undangan
pendataan pemilih tanpa surat undangan

di dalam pintu masuk, pemilih tanpa surat undangan
foto dari luar pintu

antrian mengular menuju pintu masuk

puanassss sekaliiiiiiii...!!
Video suasana pilpres di HK pada pukul 11.15 AM


Video "Protes Ganjil"
direkam oleh Mega Vristian.
Video ini adalah video protes dari mbak-mbak yang gagal nyoblos dan mbak-mbak yang ikut-ikutan. Lalu mengapa video yang saya unggah di youtube itu saya beri tajuk "Protes Ganjil"? Karena awalnya mbak-mbak yang gagal nyoblos ini biasa-biasa saja namun setelah ketambahan mbak-mbak yang lain mendadak agresif, berteriak-teriak dan yel-yel yang lain. Ini aneh bin ganjil sekali.


--------------------------------------------







Kisruh Pilpres di Hong Kong

$
0
0
Jam 5, pintu utama sudah tutup.
Foto by Kyteth asti

Saya merasa mempunyai kewajiban untuk menuliskan kericuhan pelaksanaan pilpres di Hong Kong. Beberapa e-mail, whatsapp dan inbox FB dari kawan-kawan menanyakan berita-berita yang tumpang tindih di media sosial (medsos) dan meminta kejelasan dan kesaksian saya tentang apa yang saya lihat dan saya dengar di TPS. Sebagai mantan reporter di beberapa media cetak berbahasa Indonesia di Hong Kong, insting saya menuntun saya ke mana saya harus bergerak dan menyaksikan kejadian yang patut digarisbawahi (bukan berniat menyombong tapi karena ada beberapa komentar dan pesan yang meragukan kebenaran postingan saya).

Berita di medsos terlalu banyak MSG dan ditambahi di sana-sini. Entah pula dari mana medsos itu mendapat keterangan. Apakah dari orang yang menyaksikan langsung atau sekedar berita "katanya"?

Akhirnya pembaca digiring pada pada opini ini-itu sesuai kepentingan medsos tersebut. Namun bukankah tugas medsos untuk memberikan fakta? Bukan opini atau isu? Kalau opini atau isu kenapa harus diberi label berita? Ya memang negara Indonesia ini negara besar namun bukan berarti sebuah berita harus dibesar-besarkan untuk membesarkan Indonesia. Bah!

Saya bolak-balik ke lapangan rumput Victoria Park, tempat pesta terbesar sepanjang sejarah berbangsa dan perpolitikan Indonesia di Hong Kong. Saya dan beberapa kawan juga sudah menduga akan adanya kesemrawutan dan keramaian, ketimpangan berita dan ketimpangan pelaksanaan pilpres 20014 di Hong Kong.

Pilpres dimulai tepat pukul 9 pagi. Beberapa kawan yang sudah mengantri memasuki pintu masuk menuju TPS.

Lapangan rumput Victoria Park berubah menjadi "kampung Pemilu" karena keseluruhan lapangan digunakan sebagai Tempat Pemungutan suara (TPS).

Ada 13 TPS di lapangan rumput itu yang dikelilingi oleh pagar besi dua lapis dan hanya ada satu pintu masuk menuju TPS-TPS itu.

Dengan adanya tiga jalur yaitu jalur hijau (untuk yang bawa undangan), jalur kuning (yang tidak terdaftar dan belum mendaftar dan hanya berbekal KTP Hong Kong atau Passpor untuk pendataan baru secara manual kemudian dimasukkan ke data komputer) dan jalur merah (untuk pemilih yang bingung, misal gak jadi milih lewat pos tapi pengin nyoblos langsung atau kehilangan surat undangannya) dan sosialisasi tentang mekanisme pencoblosan yang sebenarnya sudah dilaksanakan di aula Ramayana KJRI-Hong Kong pada 21 Juni lalu, namun pada pelaksanaannya masih banyak kekurangan.

Pemilih yang rencananya dibagi dalam tiga jalur itu ternyata harus melewati pintu masuk yang cuma satu thok til. Tidak ada pemisahan antara calon pemilih jalur ijo, kuning, abang  semua ngrumpel jadi satu. PPLN Hong Kong gagal mengantisipasi ini. Antrian berjubel dan tidak jelas. Petugas malah menyilakan pemilih dengan jadwal waktu pencoblosan kapanpun bisa masuk, ini semakin membingungkan. Pintu masuk dipecah menjadi dua saat banyak protes dan masukan diteriakkan oleh kawan-kawan kepada petugas, itu pun baru sekitar pukul 11.30 AM yang diumumkan lewat pengeras suara. Namun karena ratusan pemilih yang setiap orangnya memiliki mulut yang tidak bisa diam dan kebutuhan selfie yang mendadak menjadi penting sekali, kemungkinan pengumuman itu kurang didengar atau (diabaikan?). Saya melihat beberapa petugas PPLN beredar untuk memberitahu info itu kepada pemilih yang baru memasuki area lapangan rumput, itupun masih banyak yang bingung.

Antrian mengular, cuaca panas. Saya sendiri mengabaikan kepala saya yang sedang kebul-kebulkepanasen kemudian bergabung di antrian pada pukul 1.15 PM dan baru selesai pukul 2.15 PM (saya membawa surat undangan). Bagi saya pribadi kalau mau jujur, yang gagal nyoblos itu sebenarnya bisa nyoblos kalau mereka on time dan tidak takut panas. Meskipun begitu, pelaksanaan Pemilu di Hong Kong seharusnya bisa diminimalisir keruwetannya mengingat pengalaman pileg pada Maret lalu. Kalau pada pileg pemilihnya bertambah, maka pada pilpres bukan lagi bertambah tapi berkelipatan.

15 menit sebelum coblosan selesai petugas PPLN lewat pengeras suara (sekali lagi, lewat pengeras suara) mengumumkan bahwa pilpres akan selesai (pilpres selesai pukul 5 sesuai jadwal & ijin dari pihak Victoria Park). Kondisi pintu masuk menyepi PPLN menyilakan kawan-kawan yang berada di depan pintu masuk untuk segera ke TPS lalu menutup pintu masuk.

Ini yg sebenarnya gagal nyoblos
Foto by Asti
 Namun tepat pukul 5 sore, pintu masuk digrudug oleh kawan-kawan yang berlari-lari mau nyoblos (lihat gambar samping). PPLN dan KJRI menyatakan telah tutup tapi mereka meminta untuk diberi sedikit kelonggaran waktu. Maka diberilah kompensasi perpanjangan waktu selama 20 menit. Pintu samping dibuka oleh Sam Aryadi, sekretaris panitia PPLN, dan masuklah beberapa kawan yang telat datang ini. Garis besar hanya BEBERAPA, tak lebih dari dua puluh orang.

Para pemilih yang gagal nyoblos, ini jumlah yang sebenarnya!
Foto by Kyteth Asti
Herannya setelah yang nyoblos di dalam TPS kelar, ada lagi sekitar 40-70 orang (lihat gambar samping!) menyatakan mau mencoblos. Apakah foto-foto (foto sebelum mbak-mbak berteriak-teriak meminta masuk) itu ada 500 hingga seribu? TIDAK!

Semua TPS sudah tutup dan staf Victoria Park sudah ancang-ancang melakukan kegiatannya untuk membersihkan Victoria Park.

Hal ini diperburuk dengan mbak-mbak yang tadinya sudah mencoblos ikut-ikutan berteriak.

"Buka! Buka! Buka!"

Sebagian ada pula meneriakkan nama capres nomor urut dua sambil mengacungkan dua jari.

"Jokowi! Jokowi! Jokowi!"

 Kemudian mereka merangsek ke pintu masuk meminta untuk TPS dibuka kembali dan menyilakan kawan yang belum menggunakan hak pilihnya untuk masuk. Mbak-mbak yang gagal nyoblos dan mbak-mbak yang sudah nyoblos yang demo inipun berjumlah 200-an orang, bukan 500-1000 seperti yang diberitakan oleh medsos.


Video ini adalah video protes dari mbak-mbak yang gagal nyoblos dan mbak-mbak yang ikut-ikutan. Lalu mengapa video yang saya unggah di youtube itu saya beri tajuk "Protes Ganjil"? Karena awalnya mbak-mbak yang gagal nyoblos ini biasa-biasa saja namun setelah ketambahan mbak-mbak yang lain mendadak agresif, berteriak-teriak dan yel-yel yang lain. Ini aneh bin ganjil sekali.

Lalu ada isu yang menyatakan bahwa adanya petugas (Sigit) yang mengatakan bahwa pendukung capres No 1 saja yang boleh masuk sedangkan capres No 2 tidak boleh. Saya pribadi tidak mendengar adanya statement seperti itu, kawan-kawan media juga tidak. Bahwa setelah saya cross check dengan semua kawan ternyata statement ini yang benar: BAHWA PETUGAS PPLN BERBAJU HITAM ITU MENYILAKAN KAWAN-KAWAN UNTUK BERBARIS DALAM ANTRIAN SATU PERSATU BARU DIIJINKAN MASUK, KALAU DUA (bergerombol) TIDAK BOLEH. Medsos saya rasa mendengar pernyataan dari mbak yang berada paling belakang. Biasanya kalau kita main bisik-bisik, yang giliran dibisikin terakhir pasti salah kaprah. Iya khan? Kendati demikian apa maksud dari petugas itu menyuruh antri lagi kalau TPS sudah tutup?

Terjadilah desak-desakan. Sebagian pintu pagar besi itu roboh. Maaf, pagar besi ini bukan bentuk permanen, jadi adalah pagar yang bisa dipindah-pindakan dan dua orang saja cukup untuk merobohkannya. Dan kalau kawan-kawan berdesak-desakan itu amat sangat memungkinkan pagar besi roboh dengan sendirinya, BUKAN SENGAJA DIROBOHKAN. Pada saat yang sama, pintu pagar dan pintu masuk sengaja dibongkar oleh petugas Hong Kong yang bertugas di Victoria park karena waktu perijinannya sudah lewat.

Mbak-mbak yang berteriak-teriak demo berhamburan masuk ke area TPS dan protes kepada sesiapa saja petugas yang dijumpai.

Sekiranya ini yang bisa saya sampaikan dengan sebenar-benarnya. Saya tak terikat oleh pihak manapun dan tak terpengaruhi oleh beban membela capres pilihan saya. Saya menuliskan apa yang saya lihat dan saya ketahui. Semoga ini bisa membantu untuk mencerahkan berita yang simpang siur itu. 

Pada dasarnya kita adalah satu kesatuan WNI, siapapun presidennya nanti marilah saling dukung untuk kemajuan bangsa.

Sebagai pembanding, perhatikan screenshot broadcast dari PPLN dan kesaksian dari kawan-kawan saya lewat FB berikut:


BROADCAST PPLN HONG KONG:


 
KESAKSIAN KAWAN-KAWAN SAYA YANG MELIHAT SECARA LANGSUNG DI TPS :












Viewing all 28 articles
Browse latest View live